Jumat, 09 Februari 2018
Kedai Lontong Bude Mijah I
Perutku lapar, namun jam sudah tenggelam larut dalam malam, aku ingin sepiring lontong, jam dinding kamarku menunjukkan tepat pukul 1 pagi, dan kedengarannya sangat sinting jika aku pergi ke kedai lontong jam segini. Tapi aku tak kuat lagi, aku bangkit dari kasur dan segera memakai kaos andalanku (kaos hitam dengan gambar singa yang lagi menguap), dan membiarkan celana pendekku, lalu dengan sangat hati-hati membuka pintu depan agar orang tuaku tak tahu, akupun berhasil keluar tanpa suara, dan tentu kunci harus kubawa, disini juga rawan maling.
Jalanan kosong, tak ada orang yang ronda, berjalan disini pada dinihari sama seperti berjalan di kota mati, sepanjang jalan, mataku hanya memandang hamparan rumah-rumah dan warung yang tak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Kedai lontong itu berjarak sekitar 700 meter dari rumahku, itu artinya butuh waktu sekitar 4 menit untuk tiba disana dengan jalan kaki. Sunyi benar-benar merupakan kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang kulihat, bahkan ketika kulihat langit bulanpun berada dibalik awan, seolah enggan menerangi langkahku, manusia pun pasti begitu, siapa yang mau menemani remaja 20an yang ingin membeli lontong pada dinihari? Kelakuanku sudah lebih dari orang gila, tapi perutku lapar, tak bisa tidur, karena hanya lontong yang terlintas terus-menerus di kepala dan hatiku, hingga lontongpun memaksaku agar mendatangi ia dirumahnya.
2 menit berlalu, aku sudah dekat, dari kejauhan sudah tampak perkarangan yang cukup luas, pagarnya tertutup, kedai lontong itu seperti rumah kecil namun perkarangannya cukup luas untuk menampung puluhan motor dan beberapa mobil, disekeliling perkarangan berdiri tembok beton, dan sedikit sisanya adalah pagar dimana kendaraan bisa masuk ke perkarangan.
Aku sampai di depan kedai, dari balik pagar, aku mencoba menerawang ke dalam meski gelap dan tak ada lampu, sepertinya orang-orang yang bekerja di kedai itu tidak menginap di kedai, yang menjaga pun sepertinya juga tidak ada. Entah kenapa aku terus saja melihat kedalam sana, posisi kursi dan meja-meja nya sama seperti saat kedai ini buka, tapi kosong dan yang tergambar dipikiran ku adalah suasana saat sarapan pagi. 3 menit berlalu dan aku masih menatap kedalam kedai, tak jelas kenapa, namun hasrat ku untuk makan lontong sudah banyak berkurang, aku menerka sebentar lagi aku akan kembali pulang. Aku lihat hp dan jam menunjukkan pukul 1 : 22, angin dingin menerpa kulitku, sial, aku lupa memakai jaket, dan tentu saja betisku yang telanjang protes kedinginan.
Aku memalingkan tubuh dari kedai dan bersiap melangkahkan kaki untuk kembali kerumah, tetapi ada yang ganjil, aku tak tahu, tapi aku bisa merasakan ada seseorang yang mengintipku tak jauh dari punggung : aku bisa mendengar ia bernafas. Kukumpulkan keberanian untuk memutar badan, aku sudah bersiap-siap lari, jalanan terasa semakin kosong saja dan tampaknya tak ada bantuan yg bisa datang kalau saja terjadi apa-apa denganku. Aku menghitung sembarang, mengulur sedikit waktu untuk mengumpulkan keberanian, tapi aku putuskan lihat saja! Lihat saja lalu lari. Ketika aku membalikkan badan, kembali menatap ke kedai itu, aku terkejut bukan kepalang, tapi disisi lain aku juga terpaku tak tahu kenapa, ketakutan sekali barangkali. Ada seorang laki-laki yang mengenakan kaos putih, tampak jelas dikegelapan kalau ia sedang duduk di kursi yang tadinya kosong dengan sepiring lontong, ia memberi aba-aba kepadaku dengan tangan kanannya yg memegang sendok 'sini-sini, ayo makan'.
Aku takut, meski tadinya aku sempat berpikir kalau itu adalah orang yang tidur di kedai itu, dan memang sengaja makan saat dinihari karena tak ada waktu : karena lontong ini buka sampai jam 8 malam. Pria itu terus-terusan memanggilku, aku tak bisa melihat jelas wajahnya, tapi kulitnya coklat hampir ke arah putih, dan mengenakan topi biru seperti jeans. Entah kenapa aku tak bisa memalingkan wajah darinya, meski aku masih sadar, dan takut sekali, pria itu masih mengajakku kesana, wajahnya kelihatan tertawa, aku terlepas dari fokus ke arah wajahnya, mataku menjelajah kebawah meja, karena aku pecinta sepatu, aku sering auto-fokus ke sepatu setiap orang, dan dibawah meja aku tak menemui sepatu, pria ini tak memakai sepatu? aku fokuskan lagi, pria ini kok sepertinya tak memakai celana? Aku agak menunduk sedikit, penasaran, dan ketika aku menunduk, si pria yang duduk tadi hilang, aku kembali berdiri dan tersungkur kebelakang, kaget bukan kepalang si pria sudah berdiri di balik pagar dengan
Dengan jarak yang sangat dekat denganku (mungkin 70cm), dari posisi setengah tidur dan setengah duduk aku melihat wajahnya, ia tampak marah, wajahnya seperti orang-orang usia 35an, aku melihat ke ujung jalan disebelah kananku, kosong, dan dalam hitungan detik aku akan berlari. Ketika aku bergegas bangkit, pria itu menggeram dan berteriak "jangan lari! Ayo makan denganku" aku tak menghiraukannya, aku sudah 100 meter menjauhi kedai itu, dan sekali aku memutar kepala ku kebelakanh sambil tetap berlari, pria itu hanya menyandarkan kepala nya di pagar besi, wajahnya menghadap tanah : seperti orang yang sangat putus asa dan memiliki rencana untuk bunuh diri.
Aku sampai di depan rumah dengan nafas yang memburu, aku melihat jalanan, dan jalanan pun kembali membalas dengan jawaban yang sama : kosong, bisu, sunyi dan sepi. Ketika ingin membuka pintu, aku mendengar (atau perasaanku saja) langkah kaki seseorang, suaranya seperti sendal yang diseret-seret pada aspal, siapa itu? Disini tak ada orang ronda, dan memang, jam segini takkan ada lagi orang yang lewat apalagi jalan kaki, kecuali aku. Suara itu benar-benar nyata, dan semakin mendekat ke arahku, aku panik, membuka pintu pun terasa sulit dan lama, tapi akhirnya berhasil juga terbuka, dan aku tak sengaja menutup pintu dengan keras, untung saja orang tuaku tak bangun. Aku bergegas mengunci pintu dan bergerak ke jendela, mengintip siapa tadi yang ada di luar itu, alangkah terkejutnya aku, hampir saja berteriak jika aku terbawa emosi, dia adalah orang yang kujumpai di warung lontong tadi!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar