Minggu, 06 Desember 2015

Dunia Dalam Jurang 21



“Aaron, kau baik-baik saja disana?”, terdengar suara orang tua namun bukan dari suara sang kakek,suaranya sedikit parau.
“Pak Joko? Bagaimana kau bisa ada disini?” tanya Aaron ketika melihat salah satu sedulur desanya itu.
“Aku hanya ingin memastikan bagaimana keadaanmu. Ayah dan ibumu selalu mencarimu” jawab suara yang ternyata adalah pak Joko itu, kemudian bayangannya perlahan-lahan mulai hilang.
Aaron baru menyadari bahwa ia hanya bermimpi, lalu ia bangun dan membuka matanya, ia melihat Haari sedang asik mengusap-ngusap senapannya di kursi kecil disampingnya dan sang kakek sedang sibuk di belakang, ketika ia melihat ke arah jendela yang berada di samping pintu depan, ternyata hari sudah malam.
“Nah, kau sudah bangun?” tanya Haari yang masih asik mengusap senapannya.
Aaron tidak menanggapi, lalu ia pergi ke pintu depan lalu membukanya, dan ia pun duduk di jenjang kayu kecil yang berfungsi sebagai penghubung antara rumah itu dan tanah,sambil duduk, dia melihat ke arah langit hitam yang dihiasi bintang-bintang yang menari bersama rembulan itu, terlihat sekilas bayangan wajah ayah, ibu serta adik-adiknya, dia belum bisa sepenuhnya berada di dunia dalam jurang itu, lalu Haari datang dan duduk disampingnya.
“Kau mimpi buruk, ya?” tanya Haari sambil memegang pundak Aaron.
Aaron menoleh ke arahnya, lalu tersenyum tipis, setelah itu kembali melihat ke langit, Haari tau persis apa yang ada dalam benak hati temannya itu, namun dia hanya tersenyum dan juga melihat ke arah langit. Sang kakek datang dengan membawa tiga cangkir minuman yang di letakkan di atas satu papan kayu yang lumayan tipis, lalu duduk disamping Haari.
“Kau tidak bilang kalau ada kopi” kata Haari sambil mengambil dua cangkir kopi yang masih berasap itu, lalu memberikan satu cangkir kepada Aaron yang duduk disampingnya.
“Jadikah kita ke pasar malam ini?” tanya Aaron kepada sang kakek sambil mengendus kopi yang baru diberikan Haari kepadanya.
“Jadi, kita akan menginap disana”jawab sang kakek sambil menyeruput kopi nya.
Mereka bertigapun menikmati suasana malam itu untuk sementara sambil meminum secangkir kopi masing-masing, belum ada bahaya ataupun ciri-ciri adanya bahaya di sekitar rumah itu, meskipun waktu sudah malam yang artinya mayoritas makhluk-makhluk yang sering menyerang sudah mulai aktif. Tidak ada rute lain, selain ke pasar dan tidak ada aktifitas lain, selain berjualan, mereka tidak ada niat untuk berburu malam itu.
Setelah selesai menghabiskan secangkir kopi panas itu, sang kakek pun mengambil ketiga cangkir kopi itu lalu membawa nya ke belakang.

Setelah mereka bertiga siap dengan perlengkapan masing-masing, maka merekapun keluar dan sang kakek mengunci pintu depan, mereka bertiga pun mulai berjalan ke arah pasar yang hanya buka setiap malam itu, sepanjang perjalanan mereka berjaga-jaga terhadap apa yang akan terjadi, jika nanti ada bahaya atau makhluk yang akan menyerang, jarak pasar dan rumah sang kakek lumayan jauh, butuh waktu 15 menit agar sampai kesana.
“Aku malah merasa tidak enak, biasanya kan ada saja makhluk-makhluk yang akan menyerang kita,  ya minimal mendekati atau menunjukkan keberadaanya” kata Haari yang bejalan sambil menenteng senapannya.
Sang kakek dan Aaron tidak menanggapi, mereka hanya melihat ke kiri dan kekanan sambil memegang senapannya, belum lama setelah Haari berkata seperti itu, mungkin karena suaranya yang cukup keras mengingat suasana malam itu cukup sunyi, terlihat dua buah cahaya berwarna merah dari kejauhan, tetapi hanya sang kakek yang melihat ini.
“Siapkan senapan kalian masing-masing” kata sang kakek sambil memperlambat langkah jalannya.
Haari dan Aaron yang melihat ekspresi sang kakek hanya diam dan mematuhi perintahnya, mereka tahu bahwa si kakek itu telah melihat sesuatu, lalu Haari menajamkan pandangannya ke arah depan.
“Itu, cahaya yang berwarna merah” kata Haari kepada Aaron sambil menunjuknya dengan senapannya.
“Apa itu?” jawab Aaron yang juga baru melihat sepasang cahaya merah itu.
Mereka tetap berjalan meskipun langkahnya di perlambat, tiba-tiba cahaya merah tadi hilang, mereka bertiga pun menghentikan langkahnya sambil melihat ke sekeliling dengan posisi yang siap untuk menembak.
“Kau dengar itu ?” kata Haari yang baru saja mendengar sesuatu seperti bunyi ada yang bergerak cepat di semak-semak kepada sang kakek.
Sang kakek memperkuat fokusnya terhadap sekeliling, sedangkan Aaron dengan wajah yang siap juga fokus ke sekelilingnya, tiba terdengarlah suara nafas yang keras mendekati mereka.
“Itu bukan entelodon, tidak mungkin” kata Haari.
“Memang bukan, ini..” sang kakek belum sempat melanjutkan perkataannya, sesuatu yang lumayan besar melintas di atas mereka.
“Itu ropen!!!” teriak Haari yang langsung menembakkan senapannya ke arah sesuatu yang baru saja melintas tadi.
Setelah tembakan itu, tidak ada terdengar atau pun terlihat apa-apa, lalu sang kakek menginstruksikan dengan tangannya untuk melanjutkan perjalanan, ropen tidak akan menyerang jika tidak ada sesuatu yang berbau menyengat, mereka sangat suka bau daging yang amis ataupun bau luka dari seorang pemburu, penciuman mereka cukup tajam.

Setelah berjalan selama 15 menit, sampailah mereka di pasar itu, suasana mulai ramai, terdengar percakapan-percakap dari segala arah, lampu-lampu disana juga cukup terang, Haaripun berlari ketempat dia biasa berjualan, lalu meletakkan ranselnya dan mulai mengeluarkan barang-barang dagangan dari ranselnya, sedangkan sang kakek berjalan ke arah yang lain, mencari tempat yang masih kosong, Aaron mengikutinya dari belakang sambil melihat-lihat ke kiri dan kekanan.
“Badri!Badri!” teriak salah satu penjual yang melihat sang kakek melintas di depannya.
Sang kakek dan Aaron pun melihat ke kanan, lalu si penjual yang memanggil tadi berlari ke arahnya, penjual yang mengenakan jaket kulit coklat dan tidak memakai baju dalam itu berkata kepada sang kakek dengan nada yang cepat namun terputus-putus,
“Badri, aku mendapat info bahwa beberapa menit lagi akan ada ropen yang mengarah ke pasar ini, para penjual disini belum ada yang mengetahuinya, kumohon, lakukan sesuatu”
Sang kakek mengenyitkan dahinya, tidak merespon perkataan penjual yang baru saja menghampirinya itu, sedangkan Aaron melihat ke arah sang kakek dengan wajah yang terkejut, tentu saja ropen tidak hanya melintas, pastilah ia akan menyerang dan bisa jadi malam ini akan menjadi malam berdarah, sang kakek yang tampaknya diam sebenarnya sedang berpikir keras, sedangkan si penjual tadi menatap wajah sang kakek, berharap sang kakek akan melakukan sesuatu, suasana pasar itu masih biasa-biasa saja, belum ada yang tahu tentang hal ini tidak terkecuali penjual yang bertubuh paling besar dan penuh otot yang berada tiga blok di depan sang kakek, Haari.
“Baiklah, kau beritahu kepada seluruh orang di pasar ini bahwa akan ada ropen yang akan melintasi pasar ini beberapa menit lagi” kata sang kakek yang langsung mengecek senapannya dan mengisinya dengan beberapa peluru.
Penjual tadi langsung berlari ke tengah-tengah pasar itu,sedangkan sang kakek dan Aaron tetap di tempatnya.
“Semuanya! Bersiaplah! Ropen akan melintasi pasar ini!!!” teriak penjual yang barusan berbicara dengan sang kakek.
Langsung saja seisi pasar langsung riuh, para penjual menyimpan barang-barang mereka ke dalam tas masing-masing dengan cepat, sedangkan pembeli-pembeli yang bukan merupakan seorang pemburu mulai berteriak-teriak, beberapa pemburu termasuk Haari mulai sibuk dengan senjata mereka, di pasar itu ada sekitar 50 orang, sang kakek dan Aaron tadi tetap berada pada tempatnya, setelah beberapa saat, Haaripun selesai dengan semua urusannya lalu berlari mencari Aaron dan sang kakek.
“Haari!Haari!” teriak Aaron yang melambai-lambaikan tangannya ke arah Haari yang tampak sedang kebingungan mencari mereka kesana-kemari.
Haaripun mendengar suara itu dan melihat Aaron bersama sang kakek, lalu segera berlari menghampiri mereka.
“Beberapa menit lagi” kata sang kakek kepada Haari yang baru saja sampai di depan mereka.
Haari melihat wajah sang kakek sebentar, lalu melihat ke arah langit sambil mengongkang senapannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar