“Aaron,
kau baik-baik saja disana?”, terdengar suara orang tua namun bukan dari suara
sang kakek,suaranya sedikit parau.
“Pak
Joko? Bagaimana kau bisa ada disini?” tanya Aaron ketika melihat salah satu
sedulur desanya itu.
“Aku
hanya ingin memastikan bagaimana keadaanmu. Ayah dan ibumu selalu mencarimu”
jawab suara yang ternyata adalah pak Joko itu, kemudian bayangannya
perlahan-lahan mulai hilang.
Aaron
baru menyadari bahwa ia hanya bermimpi, lalu ia bangun dan membuka matanya, ia
melihat Haari sedang asik mengusap-ngusap senapannya di kursi kecil
disampingnya dan sang kakek sedang sibuk di belakang, ketika ia melihat ke arah
jendela yang berada di samping pintu depan, ternyata hari sudah malam.
“Nah,
kau sudah bangun?” tanya Haari yang masih asik mengusap senapannya.
Aaron
tidak menanggapi, lalu ia pergi ke pintu depan lalu membukanya, dan ia pun
duduk di jenjang kayu kecil yang berfungsi sebagai penghubung antara rumah itu
dan tanah,sambil duduk, dia melihat ke arah langit hitam yang dihiasi
bintang-bintang yang menari bersama rembulan itu, terlihat sekilas bayangan
wajah ayah, ibu serta adik-adiknya, dia belum bisa sepenuhnya berada di dunia
dalam jurang itu, lalu Haari datang dan duduk disampingnya.
“Kau
mimpi buruk, ya?” tanya Haari sambil memegang pundak Aaron.
Aaron
menoleh ke arahnya, lalu tersenyum tipis, setelah itu kembali melihat ke
langit, Haari tau persis apa yang ada dalam benak hati temannya itu, namun dia
hanya tersenyum dan juga melihat ke arah langit. Sang kakek datang dengan
membawa tiga cangkir minuman yang di letakkan di atas satu papan kayu yang
lumayan tipis, lalu duduk disamping Haari.
“Kau
tidak bilang kalau ada kopi” kata Haari sambil mengambil dua cangkir kopi yang
masih berasap itu, lalu memberikan satu cangkir kepada Aaron yang duduk
disampingnya.
“Jadikah
kita ke pasar malam ini?” tanya Aaron kepada sang kakek sambil mengendus kopi
yang baru diberikan Haari kepadanya.
“Jadi,
kita akan menginap disana”jawab sang kakek sambil menyeruput kopi nya.
Mereka
bertigapun menikmati suasana malam itu untuk sementara sambil meminum secangkir
kopi masing-masing, belum ada bahaya ataupun ciri-ciri adanya bahaya di sekitar
rumah itu, meskipun waktu sudah malam yang artinya mayoritas makhluk-makhluk
yang sering menyerang sudah mulai aktif. Tidak ada rute lain, selain ke pasar
dan tidak ada aktifitas lain, selain berjualan, mereka tidak ada niat untuk
berburu malam itu.
Setelah
selesai menghabiskan secangkir kopi panas itu, sang kakek pun mengambil ketiga
cangkir kopi itu lalu membawa nya ke belakang.
Setelah
mereka bertiga siap dengan perlengkapan masing-masing, maka merekapun keluar
dan sang kakek mengunci pintu depan, mereka bertiga pun mulai berjalan ke arah
pasar yang hanya buka setiap malam itu, sepanjang perjalanan mereka
berjaga-jaga terhadap apa yang akan terjadi, jika nanti ada bahaya atau makhluk
yang akan menyerang, jarak pasar dan rumah sang kakek lumayan jauh, butuh waktu
15 menit agar sampai kesana.
“Aku
malah merasa tidak enak, biasanya kan ada saja makhluk-makhluk yang akan
menyerang kita, ya minimal mendekati
atau menunjukkan keberadaanya” kata Haari yang bejalan sambil menenteng
senapannya.
Sang
kakek dan Aaron tidak menanggapi, mereka hanya melihat ke kiri dan kekanan
sambil memegang senapannya, belum lama setelah Haari berkata seperti itu,
mungkin karena suaranya yang cukup keras mengingat suasana malam itu cukup
sunyi, terlihat dua buah cahaya berwarna merah dari kejauhan, tetapi hanya sang
kakek yang melihat ini.
“Siapkan
senapan kalian masing-masing” kata sang kakek sambil memperlambat langkah
jalannya.
Haari
dan Aaron yang melihat ekspresi sang kakek hanya diam dan mematuhi perintahnya,
mereka tahu bahwa si kakek itu telah melihat sesuatu, lalu Haari menajamkan
pandangannya ke arah depan.
“Itu,
cahaya yang berwarna merah” kata Haari kepada Aaron sambil menunjuknya dengan
senapannya.
“Apa
itu?” jawab Aaron yang juga baru melihat sepasang cahaya merah itu.
Mereka
tetap berjalan meskipun langkahnya di perlambat, tiba-tiba cahaya merah tadi
hilang, mereka bertiga pun menghentikan langkahnya sambil melihat ke sekeliling
dengan posisi yang siap untuk menembak.
“Kau
dengar itu ?” kata Haari yang baru saja mendengar sesuatu seperti bunyi ada
yang bergerak cepat di semak-semak kepada sang kakek.
Sang
kakek memperkuat fokusnya terhadap sekeliling, sedangkan Aaron dengan wajah
yang siap juga fokus ke sekelilingnya, tiba terdengarlah suara nafas yang keras
mendekati mereka.
“Itu
bukan entelodon, tidak mungkin” kata Haari.
“Memang
bukan, ini..” sang kakek belum sempat melanjutkan perkataannya, sesuatu yang
lumayan besar melintas di atas mereka.
“Itu
ropen!!!” teriak Haari yang langsung menembakkan senapannya ke arah sesuatu
yang baru saja melintas tadi.
Setelah
tembakan itu, tidak ada terdengar atau pun terlihat apa-apa, lalu sang kakek
menginstruksikan dengan tangannya untuk melanjutkan perjalanan, ropen tidak
akan menyerang jika tidak ada sesuatu yang berbau menyengat, mereka sangat suka
bau daging yang amis ataupun bau luka dari seorang pemburu, penciuman mereka
cukup tajam.
Setelah
berjalan selama 15 menit, sampailah mereka di pasar itu, suasana mulai ramai,
terdengar percakapan-percakap dari segala arah, lampu-lampu disana juga cukup
terang, Haaripun berlari ketempat dia biasa berjualan, lalu meletakkan
ranselnya dan mulai mengeluarkan barang-barang dagangan dari ranselnya,
sedangkan sang kakek berjalan ke arah yang lain, mencari tempat yang masih
kosong, Aaron mengikutinya dari belakang sambil melihat-lihat ke kiri dan
kekanan.
“Badri!Badri!”
teriak salah satu penjual yang melihat sang kakek melintas di depannya.
Sang
kakek dan Aaron pun melihat ke kanan, lalu si penjual yang memanggil tadi
berlari ke arahnya, penjual yang mengenakan jaket kulit coklat dan tidak
memakai baju dalam itu berkata kepada sang kakek dengan nada yang cepat namun
terputus-putus,
“Badri,
aku mendapat info bahwa beberapa menit lagi akan ada ropen yang mengarah ke
pasar ini, para penjual disini belum ada yang mengetahuinya, kumohon, lakukan
sesuatu”
Sang
kakek mengenyitkan dahinya, tidak merespon perkataan penjual yang baru saja
menghampirinya itu, sedangkan Aaron melihat ke arah sang kakek dengan wajah
yang terkejut, tentu saja ropen tidak hanya melintas, pastilah ia akan
menyerang dan bisa jadi malam ini akan menjadi malam berdarah, sang kakek yang
tampaknya diam sebenarnya sedang berpikir keras, sedangkan si penjual tadi
menatap wajah sang kakek, berharap sang kakek akan melakukan sesuatu, suasana
pasar itu masih biasa-biasa saja, belum ada yang tahu tentang hal ini tidak
terkecuali penjual yang bertubuh paling besar dan penuh otot yang berada tiga
blok di depan sang kakek, Haari.
“Baiklah,
kau beritahu kepada seluruh orang di pasar ini bahwa akan ada ropen yang akan
melintasi pasar ini beberapa menit lagi” kata sang kakek yang langsung mengecek
senapannya dan mengisinya dengan beberapa peluru.
Penjual
tadi langsung berlari ke tengah-tengah pasar itu,sedangkan sang kakek dan Aaron
tetap di tempatnya.
“Semuanya!
Bersiaplah! Ropen akan melintasi pasar ini!!!” teriak penjual yang barusan
berbicara dengan sang kakek.
Langsung
saja seisi pasar langsung riuh, para penjual menyimpan barang-barang mereka ke
dalam tas masing-masing dengan cepat, sedangkan pembeli-pembeli yang bukan
merupakan seorang pemburu mulai berteriak-teriak, beberapa pemburu termasuk
Haari mulai sibuk dengan senjata mereka, di pasar itu ada sekitar 50 orang,
sang kakek dan Aaron tadi tetap berada pada tempatnya, setelah beberapa saat,
Haaripun selesai dengan semua urusannya lalu berlari mencari Aaron dan sang
kakek.
“Haari!Haari!”
teriak Aaron yang melambai-lambaikan tangannya ke arah Haari yang tampak sedang
kebingungan mencari mereka kesana-kemari.
Haaripun
mendengar suara itu dan melihat Aaron bersama sang kakek, lalu segera berlari
menghampiri mereka.
“Beberapa
menit lagi” kata sang kakek kepada Haari yang baru saja sampai di depan mereka.
Haari
melihat wajah sang kakek sebentar, lalu melihat ke arah langit sambil mengongkang
senapannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar