Sementara di desa tempat Aaron tinggal, yang mana orang sudah mulai beraktifitas.
"Eh Adik, jangan berkeliaran, kamu dari mana saja?" Percakapan Ibu Aaron dengan adik Aaron, si adik hanya diam, "sudah ibu bilang, kakakmu itu sudah hilang, berhenti mencarinya, Ibu sama Ayah sudah pasrah dengan kejadian ini, nanti sore kita sama ayah pergi ke rumah Pak Joko, katanya dia mau cerita sesuatu" kata Ibu Aaron sambil mencuci piring. Sementara itu di sawah desa itu, Pak Akbar, ayah Aaron, sedang asik mencangkul sambil bencengkrama dengan teman-temannya, "Aaron itu anaknya kuat dan pemberani, aku yakin dia belum mati" kata ayahnya Aaron, "lah, dah jelas jurang itu dalam sekali bar, kau jangan gila, aku rasa Gatotkaca pun mati kalau masuk kesana" jawab temannya Pak Akbar yang juga sedang mencangkul, "dulu itu dari desa ini juga ada anak kecil yang jatuh kesana, aku gak tau kapan persisnya, tapi sepertinya sekitar 60-an tahun yang lalu, tapi kau akan berkunjung kerumah Pak Joko kan? Yaudah tanya ke dia saja, dia kan sedulur desa ini" lanjut temannya Pak Akbar tadi, Ayah Aaron itu hanya diam sambil sibuk mencangkul, entah apa yang ada dalam pikirannya, tapi matanya tetap memancarkan harapan.
Tak lama cuacapun mulai semakin panas, waktu sudah menunjukkan pukul 12.20, Pak Akbar dan teman-teman yang sama-sama bekerja di sawah mulai pulang kerumah masing-masing untuk mandi dan kemudian melaksanakan sholat Zuhur, dalam doanya Pak Akbar selalu berkata "Selamatkanlah anakku, aku ingin dia masih hidup dan bertemu dengannya suatu saat nanti". Kini tiba saatnya untuk keluarga Aaron makan siang, Ayah, Ibu, dan 3 Adik Aaron berkumpul di meja makan sedangkan adiknya yang satu lagi, Rama, anak kedua dari 4 bersaudara itu belum pulang dari sekolahnya, "sepi ya kalau gak ada kak Aaron" kata Adiknya Aaron yang belum juga makan dari tadi, "sepi gimana?dia juga jarang sekali ada di jam-jam segini, kalau pulang selalu nongkrong dulu" jawab Ayahnya Aaron, "kamu makan dulu" kata Ibunya yang dari tadi memperhatikan Adik Aaron yang sedari tadi hanya melihat piring didepannya itu, "Sudah kamu jangan sedih, nanti kan kita kerumah Pak Joko, siapa tau nanti perbincangannya positif, atau minimal ada harapan bahwa kakakmu itu masih hidup" Ayahnya Aaron mengatakan sambil mengunyah makanannya, sementara 2 adiknya yang lain hanya diam, karena memang mereka tidak banyak bicara, tidak seperti 3 kakaknya yang suka sekali berdebat, tapi memang benar, suasana dirumah itu menjadi sepi, walaupun Televisi dan Radio sedang diputar, tidak ada suasana 'ramai' dalam rumah tersebut. Setelah selesai makan, 3 Adik Aaron beranjak ke kamar masing-masing, dan Ayahnya pun beranjak dari meja makan kemudian berbaring di depan televisi, sedangkan Ibunya Aaron mengangkat piring-piring makan tadi ke tempat cuci piring, tidak lama kemudian masing-masing anggota keluarga sudah tertidur di tempatnya, kecuali Ibu Aaron, yang sedang duduk di kursi teras sambil memandang orang-orang yang lalu lalang, ditempat itu biasanya Aaron dan Ibunya bercerita, Ibunya teringat Aaron sangat senang menceritakan tentang kenakalannya, serta kadang membangga-banggakan dirinya, Ibunya merasakan seolah-olah hal itu sedang terjadi, dia menoleh ke kursi sebelahnya tempat Aaron biasa duduk sambil tersenyum sambil memandang mata Aaron dalam imajinasinya tersebut, bayangan Aaron masih terlalu kuat untuk hilang di keluarga itu, bahkan ibunya masih bisa mendengar dan merasakan jelas suara-suara Aaron ketika berada di kursi itu, tak terasa, air mata mengalir dari mata kiri Ibunya, walaupun diluar dia tampak tegar, namun didalam ia sungguh rapuh, Aaron bukanlah pemuda yang biasa, bukan hanya dirumah itu, bahkan didesa itu bayangan Aaron masih kuat sehingga kadang teman-temannya masih bisa 'mendengar' tawa Aaron yang keras itu, suara ketika ia menyanyi untuk menghibur pemilik kedai agar mau memberinya mi goreng gratis, orang-orang Desa itu juga sering berhalusinasi ketika mendengar seseorang yang berbicara terlalu keras dan menyangka itu adalah Aaron, ketika malam, saat berbicara tentang misteri-misteri, mereka teringat Aaron, karena dialah yang paling bersemangat dalam perbincangan itu, dia juga nanti pada akhirnya mendominasi pembicaraan itu, warna yang Aaron berikan masih terlalu kuat untuk pudar didesa itu.
"Eh Adik, jangan berkeliaran, kamu dari mana saja?" Percakapan Ibu Aaron dengan adik Aaron, si adik hanya diam, "sudah ibu bilang, kakakmu itu sudah hilang, berhenti mencarinya, Ibu sama Ayah sudah pasrah dengan kejadian ini, nanti sore kita sama ayah pergi ke rumah Pak Joko, katanya dia mau cerita sesuatu" kata Ibu Aaron sambil mencuci piring. Sementara itu di sawah desa itu, Pak Akbar, ayah Aaron, sedang asik mencangkul sambil bencengkrama dengan teman-temannya, "Aaron itu anaknya kuat dan pemberani, aku yakin dia belum mati" kata ayahnya Aaron, "lah, dah jelas jurang itu dalam sekali bar, kau jangan gila, aku rasa Gatotkaca pun mati kalau masuk kesana" jawab temannya Pak Akbar yang juga sedang mencangkul, "dulu itu dari desa ini juga ada anak kecil yang jatuh kesana, aku gak tau kapan persisnya, tapi sepertinya sekitar 60-an tahun yang lalu, tapi kau akan berkunjung kerumah Pak Joko kan? Yaudah tanya ke dia saja, dia kan sedulur desa ini" lanjut temannya Pak Akbar tadi, Ayah Aaron itu hanya diam sambil sibuk mencangkul, entah apa yang ada dalam pikirannya, tapi matanya tetap memancarkan harapan.
Tak lama cuacapun mulai semakin panas, waktu sudah menunjukkan pukul 12.20, Pak Akbar dan teman-teman yang sama-sama bekerja di sawah mulai pulang kerumah masing-masing untuk mandi dan kemudian melaksanakan sholat Zuhur, dalam doanya Pak Akbar selalu berkata "Selamatkanlah anakku, aku ingin dia masih hidup dan bertemu dengannya suatu saat nanti". Kini tiba saatnya untuk keluarga Aaron makan siang, Ayah, Ibu, dan 3 Adik Aaron berkumpul di meja makan sedangkan adiknya yang satu lagi, Rama, anak kedua dari 4 bersaudara itu belum pulang dari sekolahnya, "sepi ya kalau gak ada kak Aaron" kata Adiknya Aaron yang belum juga makan dari tadi, "sepi gimana?dia juga jarang sekali ada di jam-jam segini, kalau pulang selalu nongkrong dulu" jawab Ayahnya Aaron, "kamu makan dulu" kata Ibunya yang dari tadi memperhatikan Adik Aaron yang sedari tadi hanya melihat piring didepannya itu, "Sudah kamu jangan sedih, nanti kan kita kerumah Pak Joko, siapa tau nanti perbincangannya positif, atau minimal ada harapan bahwa kakakmu itu masih hidup" Ayahnya Aaron mengatakan sambil mengunyah makanannya, sementara 2 adiknya yang lain hanya diam, karena memang mereka tidak banyak bicara, tidak seperti 3 kakaknya yang suka sekali berdebat, tapi memang benar, suasana dirumah itu menjadi sepi, walaupun Televisi dan Radio sedang diputar, tidak ada suasana 'ramai' dalam rumah tersebut. Setelah selesai makan, 3 Adik Aaron beranjak ke kamar masing-masing, dan Ayahnya pun beranjak dari meja makan kemudian berbaring di depan televisi, sedangkan Ibunya Aaron mengangkat piring-piring makan tadi ke tempat cuci piring, tidak lama kemudian masing-masing anggota keluarga sudah tertidur di tempatnya, kecuali Ibu Aaron, yang sedang duduk di kursi teras sambil memandang orang-orang yang lalu lalang, ditempat itu biasanya Aaron dan Ibunya bercerita, Ibunya teringat Aaron sangat senang menceritakan tentang kenakalannya, serta kadang membangga-banggakan dirinya, Ibunya merasakan seolah-olah hal itu sedang terjadi, dia menoleh ke kursi sebelahnya tempat Aaron biasa duduk sambil tersenyum sambil memandang mata Aaron dalam imajinasinya tersebut, bayangan Aaron masih terlalu kuat untuk hilang di keluarga itu, bahkan ibunya masih bisa mendengar dan merasakan jelas suara-suara Aaron ketika berada di kursi itu, tak terasa, air mata mengalir dari mata kiri Ibunya, walaupun diluar dia tampak tegar, namun didalam ia sungguh rapuh, Aaron bukanlah pemuda yang biasa, bukan hanya dirumah itu, bahkan didesa itu bayangan Aaron masih kuat sehingga kadang teman-temannya masih bisa 'mendengar' tawa Aaron yang keras itu, suara ketika ia menyanyi untuk menghibur pemilik kedai agar mau memberinya mi goreng gratis, orang-orang Desa itu juga sering berhalusinasi ketika mendengar seseorang yang berbicara terlalu keras dan menyangka itu adalah Aaron, ketika malam, saat berbicara tentang misteri-misteri, mereka teringat Aaron, karena dialah yang paling bersemangat dalam perbincangan itu, dia juga nanti pada akhirnya mendominasi pembicaraan itu, warna yang Aaron berikan masih terlalu kuat untuk pudar didesa itu.
Tidak terasa sorepun tiba, dan sudah 20 menit adzan ashar berlalu, Ibu dan Ayah Aaron sedang sibuk membangunkan adik-adik Aaron karena mereka akan berkunjung kerumah pak Joko sore ini, Pak Joko adalah sedulur yang sudah lama tinggal didesa itu, umurnya sudah hampir 80 tahun, dia juga merupakan orang 'pintar' didesa itu, dia baru pulang kedesa itu setelah hampir 1 bulan berada di kota karena anaknya mengajaknya liburan. "Pakai baju yang bagus" kata Ayah Aaron ke adik-adiknya Aaron yang baru saja melepas baju masing-masing, sedangkan si Ibu sudah dari tadi siap menunggu di kursi teras itu, tak berapa lama, semua anggota dirumah itupun sudah siap, dan Ayah Aaron pun mulai menutup pintu depan dan menguncinya, waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore, jarak dari rumah Aaron ke rumah pak Joko tidak terlalu jauh, hanya sekitar 200 meter saja, mereka pun berjalan kaki menuju kerumah Pak Joko, tidak ada pembicaraan selama perjalanan itu, kecuali hanya menyapa orang-orang yang lewat, suasana desa masih cukup 'panas' karena kasus Aaron, banyak saja yang bercerita tentang kasus itu, banyak juga yang mengaitkannya dengan mistis, tapi keluarga Aaron tidak terpengaruh oleh siapapun, yang ada dalam pikiran mereka sekarang adalah menemui pak Joko, karena dialah satu dari beberapa orang 'sakti' didesa itu selain dia juga merupakan sedulur yang tentunya tau banyak tentang desa itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar