Minggu, 06 Desember 2015

Dunia Dalam Jurang 22



sumber : http://vignette4.wikia.nocookie.net/destinationtruth/images/c/cb/Ropen.JPG/revision/latest?cb=20110511061038

   Setelah menunggu selama beberapa menit, terdengarlah suara gemuruh angin yang datangnya dari barat, seluruh orang yang berada di pasar itu melihat ke atas, perlahan-lahan terlihat sudut kota tertutup bayangan yang cukup besar, kemudian lama-lama membesar hingga akhirnya tampaklah kepala ropen namun badannya masih belum terlihat, seluruh pemburu di pasar itu masih menahan tembakannya, karena mungkin saja ropen tersebut benar-benar hanya melintas saja, ketika sudah hampir setengah tubuh ropen tersebut keliatan, ropen itu tidak bergerak, kepalanya mengarah ke bawah ke arah pasar itu, para pemburu sudah tau apa yang akan terjadi, begitu juga sang kakek dan Haari yang sudah siap dengan senapannya, lalu ropen itu bergerak ke arah bawah sehingga tubuhnya semakin dekat dengan tanah, sang kakek melihat ke arah Haari, Haaripun melihat balik ke arahnya lalu mengangguk, sedangkan Aaron tetap berfokus ke ropen itu.
   “Semuanya tembak!!!” teriak sang kakek sambil melepaskan tembakan pertama ke arah ropen yang memecah suasana tegang di pasar itu.
   Suara tembakan pun meramaikan suasana pasar itu seperti kembang api di tahun baru, ropen itu berteriak lalu bergerak cepat ke bawah dan mengenai blok-blok pasar yang terbuat dari kayu itu, lalu kios-kios di blok itu hancur sehingga kayunya terhempas ke berbagai penjuru pasar, tidak terelakkan lagi, beberapa orang pun terkena kayu yang terhempas itu dan hanya bisa menjerit, sedangkan pemburu bisa menghindarinya sambil tetap menembak ke arah ropen yang kini telah berdiri tepat di tengah-tengah pasar itu, orang-orang selain pemburu berlari mencari tempat sembunyi, sedangkan para pemburu tetap menembak, ropen itu tidak keliatan goyah, lalu mengibaskan ekornya ke panjang dan membalikkan tubuhnya sehingga kini posisi kepalanya tepat berada didepan Aaron yang berdiri bersama para pemburu lainnya, mungkin karena tembakan mereka lah yang paling banyak dan tepat sasaran.
   “Tetap menembak!” teriak sang kakek yang kemudian berlari ke arah ropen itu.
   Aaron yang melihat aksi sang kakek berhenti sebentar, lalu kembali menembak lagi, begitu juga dengan Haari yang tidak memperdulikan sang kakek yang berlari ke arah ropen tersebut, ia tetap menembak, orang-orang yang bukan pemburu terus berteriak-teriak, sehingga ropen itu pun memutar badannya ke arah para orang-orang itu, ketika ropen tersebut sudah terlihat ingin menyerang para orang-orang yang berteriak itu, sang kakek yang berlari tadi mengambil goloknya di ransel lalu sambil melompat ke kepala ropen tersebut ia menusukkan goloknya ke mata kiri ropen tersebut, goloknya pun menancap di mata ropen tersebut, sedangkan tubuhnya masih menggantung melayang di atas tanah karena masih belum melepaskan pegangannya dari golok itu, ropen itu lalu menggerakkan kepalanya kekiri dan kekanan dengan cepat berkali-kali sehingga sang kakek terhempas ke arah kanan di tempat orang-orang selain pemburu itu, Aaron pun menyusul sang kakek sedangkan Haari tetap menembak ropen itu.
   “Tidak apa-apa, aku tidak apa-apa” kata sang kakek yang terkapar ketika melihat Aaron datang menghampirinya, lalu Aaron membantunya berdiri perlahan-lahan dengan melingkarkan tangan sang kakek di lehernya.
   Ropen itu masih berteriak-teriak dan bergerak tidak menentu ke segala arah sehingga menghancurkan banyak kios-kios di pasar itu, salah satu pemburupun tidak bisa menghindar dan terkena hempasan kayu kios yang hancur itu, dua pemburu lain langsung menghentikan tembakannya melihat pemburu yang terkena hempasan itu langsung terkapar di tanah dan berlari ke arahnya, sedangkan Haari masih tetap menembak ropen itu, kulit ropen sangat tebal sehingga harus ditembak beberapa kali sampai akhirnya peluru panas bisa menembus kulit itu, sambil terus menembak, Haari berjalan mendekati ropen yang membelakanginya itu, sedangkan pemburu lain tetap pada posisinya dan terus menembak, ketika Haari sudah sangat dekat dengan ekor ropen yang panjangnya bisa sampai dua meter tersebut, tembakan Haari sepertinya berhasil menembus kulit sang monster, karena ropen itu memiringkan badannya ke kiri lalu jatuh ketanah, suara tubuhnya menggema seisi pasar itu.
   “Yeah!!!” teriak Haari sambil mengangkat satu tangannya yang terkepal ke arah langit, yang lalu diikuti oleh seluruh orang di pasar juga ikut berteriak.
   Suara orang-orang yang secara bersamaan berteriak di pasar itu lebih keras dan lebih menggema dari pada suara teriakan seekor ropen, sehingga gemanya sampai ke hutan-hutan di sekeliling pasar itu yang pastinya membuat para penghuni hutan mengurungkan niatnya untuk menyerang.
   “Kau lihat itu? Kau juga merupakan bagian dari kemenangan ini” kata sang kakek yang melihat ke arah Aaron, lalu memeluknya.
   Semua orang di pasar itu saling tos dan mengangkat senapannya masing-masing ke atas, Haaripun melihat ke belakang ke arah para pemburu yang lain, lalu ia tersenyum lebar kemudian ikut mengangkat senapannya ke atas, para pemburu itu pun lalu teriak lebih keras lagi, malam seperti itu jarang terjadi, jarang sekali, karena ropen tidak biasanya melintas di daerah itu, kecuali kadang hanya smilodon atau mngwa kucing yang menyerang pasar itu, namun itu tidak akan membuat kehebohan seperti ketika ropen yang melakukannya.
    Haari berlari ke arah Aaron dan sang kakek, kemudian memeluk mereka berdua, Aaron hanya tersenyum ketika mengingat apa yang barusan kakek itu katakan, ada suatu perasaan bangga, terharu, senang sekaligus heran yang bercampur di hatinya. Malam itu persis sekali seperti malam tahun baru, suara tembakan memecah langit dunia dalam jurang serta teriakan kemenangan itu seperti suara kembang api yang meletus-letus di langit ketika tahun baru tiba.

   Setelah pertempuran itu, orang-orang yang berada di pasar itu pun mulai membersihkan pasar itu, para pemburu termasuk Haari sibuk dengan bangkai ropen yang terkapar telungkup di atas tanah pasar itu, ada yang memotong-motong giginya, ada yang mengambil darahnya, ada pula yang memotong ekornya, sedangkan Aaron dan sang kakek hanya duduk di salah satu bangku yang masih itu di pasar itu sambil melihat orang-orang itu sibuk dengan aktifitasnya.
   “Jarang-jarang hal ini terjadi, nak” kata sang kakek yang duduk disamping Aaron.
   “Aku juga tidak tahu harus mengatakan apa, aku juga tidak tahu harus merasa beruntung ataupun sial masuk ke dalam dunia ini, aku hanya, aku tidak bisa mengungkapkan apa yang aku rasakan saat ini” jawab Aaron yang menatap ke depan sambil tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
   Sang kakek lalu memegang pundak anak muda itu lalu tersenyum, “semua hal yang telah terjadi selalu ada maksud dibaliknya, tugas kita bukan untuk merasa baik atau buruk terhadapnya, melainkan belajar darinya” kata sang kakek.
   Aaron tidak menanggapi tetapi tersenyum sambil melihat orang-orang di pasar itu sibuk membersihkan kios-kios yang hancur, mencari-cari sesuatu dan tidak sedikit yang bercakap-cakap.
   Malam itu menjadi malam dimana darah pemburu mulai mengalir dalam diri Aaron, malam dimana sesuatu yang hebat dimulai, dan menjadi malam dimana dunia dalam jurang akan diwarnai dengan warna yang mencolok oleh seorang pemuda yang secara tidak sengaja jatuh ke dalam dunia itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar