Sabtu, 05 Desember 2015

Dunia Dalam Jurang 18


sumber : http://vignette3.wikia.nocookie.net/monsterhunter/images/0/0e/2ndGen-Bulldrome_Render_001.png/revision/latest?cb=20150303035543
Tanpa pikir panjang, Aaron pun melepaskan tembakannya ke entelodon yang berlari ke arahnya sambil mengambil langkah mundur kecil-kecil namun cepat, seakan untuk tetap menjaga jaraknya dengan entelodon itu sehingga tidak terjadi pertempuran jarak dekat, sang entelodon yang menerima peluru panas di kepalanya tidak berhenti berlari, Aaron semakin mempercepat langkah mundurnya sambil terus melepaskan tembakan berkali-kali. Sementara Haari dan sang kakek berjuang dengan semakin keras, Haari yang hendak mengambil senapannya terus di halang-halangi oleh entelodon yang menyeruduknya, sedangkan sang kakek yang terjatuh tadi langsung mengayunkan goloknya ke mulut entelodon yang sudah terbuka lebar di depan kepala sang kakek, tebasan goloknya mengenai sebelah kanan kepala entelodon itu, dan entelodon itu pun terhempas ke samping kiri sang kakek, sang kakekpun  langsung mengambil posisi berdiri lagi, setelah selesai berdiri sang kakek langsung berlari ke arah entelodon tadi lalu lompat di atasnya, dan menusukkan goloknya dari atas mengarah ke bagian atas kepala entelodon itu,aksinya terlihat heroik karena gerakannya itu seharusnya hanya bisa dilakukan oleh orang-orang muda, kepala entelodon itu pun mengeluarkan bunyi seperti retakan seolah-olah golok tersebut mematahkan tulang tengkorak entelodon itu, entelodon itupun meronta-ronta sehingga sang kakek akhirnya terhempas sekali lagi ke tanah, sedangkan goloknya masih menancap di kepala entelodon itu, entelodon itu belum tumbang,kepalanya bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan seolah-olah ingin melepaskan golok yang menancap di kepalanya, darahnya yang pun membuat rumput dibawahnya menjadi merah, sang kakek yang jatuh ke tanah tadi spontan berguling ke belakang dan mengambil senapannya lalu membidik ke arah entelodon itu dengan posisi jongkok, sebelum sempat menembakkan senapannya, dari arah kiri nya ada seekor entelodon yang kelihatan terbang cepat menabrak entelodon yang berhadapan dengan sang kakek tadi.
“Kadang manusia bisa lebih kuat dari monster, ya kan kek?” kata Haari yang berjalan ke arah kakek dengan menenteng senapan di bahunya.
“Bagaimana kau melakukannya?” Tanya sang kakek yang kemudian berdiri dan tidak lagi dalam posisi membidik.
“Aku hanya memegang menahan mulutnya ketika terbuka lebar untuk menggigitku agar tidak tertutup, lalu melemparkannya ke arahmu” katanya sambil mengambil posisi membidik ke arah Aaron.
Aaron dari tadi hanya menembak membabi-buta sambil bergerak mundur sehingga tidak tampak lagi karena jaraknya sudah jauh, namun suara tembakannya masih terdengar walaupun kecil, karena belum pernah menembak dengan senapan sebelumnya, jadi tembakannya jarang-jarang mengenai tepat ke entelodon itu, Haari dan sang kakek tidak mengambil langkah apa-apa, mereka hanya melihat kearah suara itu berasal, setelah kurang lebih sekitar 10 tembakan, tidak ada terdengar lagi suara apapun, Haari dan sang kakekpun saling menatap satu sama lain dengan wajah cemas, lalu kembali meliat ke arah dimana suara tembakan tadi terakhir terdengar, setelah beberapa lama menunggu, sang kakek tampak tersenyum sedikit.
“Hey Bocah! Apakah kau sudah mati?” teriak sang kakek sambil telapak tangannya membuka disamping mulutnya.
Tidak ada terdengar suara ataupun bunyi apapun, sang kakek lalu menatap ke arah Haari, yang juga menatap ke arahnya, wajah mereka tampak lebih cemas daripada yang pertama tadi, seperti beranggapan bahwa Aaron benar-benar sudah mati, mereka pun langsung berlari ke arah yang tadi terdengar suara-suara tembakan.
“Iyaaa!Benar sekali! Aku sudah mati!” tiba-tiba suara teriakan menghentikan mereka yang baru saja berlari, yang tidak lain suara itu adalah suara Aaron.
Dari kejauhan barulah perlahan-lahan terlihat sosok Aaron yang sedang berlari ke arah mereka, mereka berdua pun sekali lagi saling menatap, namun kali ini dengan wajah tersenyum tipis. Tak berapa lama , sampailah Aaron di depan mereka, dengan nafas yang masih cepat-cepat.
“Bagaimana kau melakukannya?” tanya sang kakek kepada Aaron.
“Aku hanya menembaknya sambil terus mundur agar jarak kami tidak menjadi dekat” jawab Aaron dengan suara yang putus-putus karena masih kelelahan.
Haari lalu membalikkan badannya sambil melihat ke arah gunung Edon, lalu berkata “Gunung ini adalah gunung dimana entelodon paling banyak ditemui atau bisa dibilang di gunung ini lah markasnya, itulah mengapa namanya gunung Edon yang merupakan singakatan dari yang mayoritas menghuni kawasan ini, Entelodon, tetapi jarang-jarang entelodon turun ke bawah, biasanya mereka hanya menghabiskan hidupnya di badan dan puncak gunung itu, untung saja jumlah yang kita temui tadi tidak banyak, Entelodon adalah makhluk yang berkelompok, kadang satu kelompok itu bisa terdiri dari 30 ekor entelodon dewasa”.
“Mungkin kebetulan saja mereka menemukan rusa lalu memangsanya” jawab sang kakek yang juga membalikkan badannya sambil melihat ke puncak gunung itu.
Sedangkan Aaron hanya diam karena sedang mengatur nafasnya, hari sudah terik sekali waktu menunjukkan limabelas menit lagi pukul dua siang,Haari dan sang kakek tidak melakukan apapun selain memandang ke arah puncak gunung Edon itu saja, sambil menunggu Aaron yang masih sibuk mengatur nafasnya,selama beberapa menit mereka hanya memandangi gunung Edon itu, seakan-akan Haari dan sang kakek ingin mengatakan atau mempertanyakan sesuatu, benar saja, tiba-tiba ada sesuatu yang aneh terdengar dari arah gunung Edon itu, sesuatu yang bunyinya seperti hentakan seratus orang yang sedang berlari, sang kakek menoleh ke belakang untuk melihat apakah kondisi Aaron tampaknya masih kuat, sementara hari menyimpan senapannya di ransel yang ia sandang, dan Aaron hanya bingung melihat wajah sang kakek yang melirik dari bawah ke atas tubuh Aaron.
“Lari nak, lari” kata sang kakek dengan nada yang pelan, wajahnya seperti orang yang dihadapi dengan bahaya yang besar.
Haari lalu berlari ke arah Aaron lalu menggendongnya di punggunnya, sedangkan sang kakek lagsung menyimpan senapannya di ranselnya, sambil tetap menatap ke arah bunyi itu berasal, seakan tidak ingin ada yang ingin ia lakukan kecuali satu, lari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar