Sabtu, 05 Desember 2015

Dunia Dalam Jurang 20



Matahari perlahan-lahan turun menuju bagian barat bumi, di dunia dalam jurang, waktu-waktu ini disebut sebagai pertanda bahwa para monster-monster bersiap untuk keluar dari sarangnya masing-masing, karena malam hari adalah saatnya mereka berburu,setelah berjalan selama kurang lebih satu jam, Aaron dan kedua temannya pun akhirnya sampai di depan rumah tua sang kakek itu.
“Akhirnyaaaa” Teriak Aaron sambil mengangkat kedua tangannya ke atas.
Sang kakek lalu membuka pintu rumahnya, lalu masuk kedalam, begitu juga dengan dua pemuda yang berada dibelakangnya itu.
“Adalah mukjizat bagi kita karena berhasil bertahan hidup dari serangan dua makhluk tadi” kata sang kakek sambil menaruh ranselnya di belakang.
“Aku sudah terpikir tidak bisa berjualan lagi” jawab Haari yang langsung duduk di kursi kecil di samping kursi tua yang mempunyai sandaran punggung dan sandaran kaki itu.
Sedangkan Aaron hanya diam dan meletak ranselnya di samping kursi tua itu, lalu duduk dan bersandar disana.
“Tidak ada barang yang kita dapatkan hari ini, kecuali pengalaman yang menakjubkan” kata Haari sambil memegang kaki Aaron yang sedang selonjor di kursi tua itu.
“Aku mendapatkan sesuatu kok, makanya aku langsung kebelakang untuk menyimpannya” jawab sang kakek yang sedang sibuk dengan kotak penyimpanannya di belakang.
“Apa yang kau dapat?” tanya Haari.
“Yaa, biasalah, hanya gigi entelodon yang panjangnya yaa tidak seberapa ini” jawab sang kakek dengan maksud memancing Haari agar mau menukarkannya dengan sesuatu.
“Aku punya taring mngwa yang cukup panjang, dan aku punya tiga, apakah kau mau menukarkannya?” tanya Aaron yang langsung mengecek ranselnya, sebab ia tahu bahwa tidak mudah mendapatkan gigi seekor entelodon karena mereka selalu berkelompok, itu artinya kita harus berkelompok juga untuk bisa mendapatkannya.
“Apakah kau akan berjualan malam ini?” tanya sang kakek yang masih sibuk dengan kotak penyimpanannya.
“Iya, aku ingin mendapatkan beberapa bagian tubuh dari makhluk hasil buruan para pembeli, siapa tau ada yang menarik” jawab Haari yang sudah menggenggam tiga buah taring Mngwa yang ukurannya tidak biasa.
“Wah, aku tidak pernah melihat si kakek punya taring mngwa yang sepanjang ini” tiba-tiba Aaron menyentuh taring-taring mngwa yang ada di telapak tangan Haari.
“Kalau mngwa itu banyak sekali, jadi kadang kita bisa mendapatkan taring berukuran seperti ini, rajin-rajin saja memburu mngwa, karena selain mereka cukup mudah untuk di taklukkan juga sekalian melatih keterampilan memburu kita, si kakek tidak mau memburu mngwa saja, makanya dia tidak mendapat taring-taring seperti ini” kata Haari, lalu ia melanjutkan,
“Gigi mngwa seperti yang kau kalungkan itu bisa kucari 10 buah dalam satu hari”.
Si Kakek pun datang ke ruang tengah dengan membawa gigi entelodon, lalu memberikannya kepada Haari.
“Sini, gigi mngwa yang kau bilang panjang-panjang itu” kata sang kakek sambil mengarahkan tangannya ke Haari seperti orang yang sedang meminta uang.
“Kau mau berjualan juga?” tanya Haari yang lalu mengambil gigi entelodon itu dan memberikan tiga buah gigi mngwa yang dipunya nya kepada kakek.
“Iya, aku juga kadang berjualan di pasar, tapi frekuensinya hanya sekali atau dua kali dalam sebulan” jawab sang kakek yang langsung memasukkan tiga gigi mngwa itu kedalam tas kecil yang selalu dibawanya.
Sang kakek pun berjalan ke meja makan yang letaknya di sebelah timur bagian dalam rumahnya, lalu mengambil sebuah kasur dan menaruhnya di samping kursi tuanya yang di duduki Aaron lalu tidur diatasnya.
“Hari yang benar-benar melelahkan” kata sang kakek sambil memejamkan matanya, kedua tangannya di taruh dibelakang kepalanya untuk menopang.
“Jika saja keberuntungan tidak dipihak kita tadi, kau tidak akan bisa tidur seperti sekarang ini” kata Haari yang masih duduk di kursi kecil yang tidak ada sandaran itu.
“Memang itulah takdir kita, Yang Maha Kuasa mungkin mengkehendaki kita untuk lebih banyak berburu” jawab sang kakek dengan matanya yang terpejam.
“Dari mana asalmu?” tanya Aaron yang lagi bersandar di kursinya kepada Haari.
Haaripun menoleh ke arah Aaron, “Aku dari lahir memang sudah disini, aku dibesarkan oleh seorang pemburu dengan gaya hidup seorang pemburu, jadi beginilah aku” katanya.
“Lalu kemana keluargamu?” tanya Aaron sambil menoleh ke arah Haari.
“Keluargaku masih ada, tetapi mereka tinggal sangat jauh dari sini” jawab Haari \.
“Bagaimana bisa?” Tanya Aaron.
“Yaa ceritanya cukup panjang, aku memilih untuk hidup mandiri sebagai pemburu di usiaku yang masih menginjak 20 tahun, waktu itu keluargaku mengatakan bahwa ingin pindah ke lokasi yang kuketahui dari orang-orang modern di daerah ini, adalah daerah Afrika, sedangkan aku sudah terlanjur betah disini, lalu aku pun mulai berjualan untuk bertahan hidup, keinginanku untuk mendapatkan lebih banyak baranglah yang membuatku punya banyak pengalaman dalam hal berburu” jawab Haari yang kemudian berdiri ,mencari tempat untuk berbaring.
“Kau bisa berbaring disampingku, pemburu” kata sang kakek yang tampak tidur dari tadi.
Haari pun berbaring disamping sang kakek, tetapi tidak memejamkan matanya, ia bisa mendengar suara di luar rumah itu, lalu ia duduk dan melihat pintu depan yang belum tertutup, ia pun berdiri dan berjalan ke depan, lalu menutup dan mengunci pintu itu. Aaron dan sang kakek tampaknya sudah tertidur, tetapi Haari sama sekali belum mengantuk, iapun memutuskan untuk berjalan ke sekeliling rumah tua itu, ia berjalan ke arah belakang dan melihat sebuah kotak penyimpanan besar yang berwarna hitam, lalu mencoba untuk membukanya.
“Kau bisa dikatakan maling atas hal itu” tiba-tiba sang kakek berbicara sambil matanya tetap terpejam seolah-olah mengigau.
Haaripun menghentikan niatnya untuk membuka kotak penyimpanan itu, dia bingung entah apa yang harus dilakukan, sebab matanya belum ingin terpejam sama sekali.
“Kau punya teh? Bolehkah aku membuatnya?” tanya Haari yang masih berada di belakang kepada sang kakek.
“Hmmm” jawab sang kakek yang tetap terlihat seperti orang yang benar-benar sudah tertidur.
Suara belakang rumah yang disebabkan Haari yang sedang membuat teh itu membuat suasana sore di dalam rumah itu membuat sang kakek akhirnya benar-benar tertidur, yang ditandai dengan bunyi dengkurannya, begitu juga dengan Aaron yang mendengkur ketika tertidur, dalam hatinya, Haari mengatakan bahwa suara mereka sama seperti entelodon yang sedang mencari mangsa. Suasana dalam rumah itu begitu tenang meskipun Aaron dan sang kakek itu mendengkur keras, Haari duduk di meja makan dengan menyeruput teh nya yang masih panas, sambil melihat ke atas, ke samping, dan ke sekeliling rumah sang kakek itu, dia meraba-raba meja makan sang kakek, dan mengenyitkan dahinya, lalu mengetuk-ngetukkan jarinya di meja makan itu, dia sungguh terkejut, ternyata meja makan itu berasal dari tulang yang ia perkirakan merupakan spesies kadal yang besar, namun untuk menyamarkannya sang kakek mengecatnya dengan warna coklat yang tidak terlalu tua agar tampak seperti kayu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar