Matahari
perlahan-lahan turun menuju bagian barat bumi, di dunia dalam jurang,
waktu-waktu ini disebut sebagai pertanda bahwa para monster-monster bersiap
untuk keluar dari sarangnya masing-masing, karena malam hari adalah saatnya
mereka berburu,setelah berjalan selama kurang lebih satu jam, Aaron dan kedua
temannya pun akhirnya sampai di depan rumah tua sang kakek itu.
“Akhirnyaaaa”
Teriak Aaron sambil mengangkat kedua tangannya ke atas.
Sang
kakek lalu membuka pintu rumahnya, lalu masuk kedalam, begitu juga dengan dua
pemuda yang berada dibelakangnya itu.
“Adalah
mukjizat bagi kita karena berhasil bertahan hidup dari serangan dua makhluk
tadi” kata sang kakek sambil menaruh ranselnya di belakang.
“Aku
sudah terpikir tidak bisa berjualan lagi” jawab Haari yang langsung duduk di
kursi kecil di samping kursi tua yang mempunyai sandaran punggung dan sandaran
kaki itu.
Sedangkan
Aaron hanya diam dan meletak ranselnya di samping kursi tua itu, lalu duduk dan
bersandar disana.
“Tidak
ada barang yang kita dapatkan hari ini, kecuali pengalaman yang menakjubkan”
kata Haari sambil memegang kaki Aaron yang sedang selonjor di kursi tua itu.
“Aku
mendapatkan sesuatu kok, makanya aku langsung kebelakang untuk menyimpannya”
jawab sang kakek yang sedang sibuk dengan kotak penyimpanannya di belakang.
“Apa
yang kau dapat?” tanya Haari.
“Yaa,
biasalah, hanya gigi entelodon yang panjangnya yaa tidak seberapa ini” jawab
sang kakek dengan maksud memancing Haari agar mau menukarkannya dengan sesuatu.
“Aku
punya taring mngwa yang cukup panjang, dan aku punya tiga, apakah kau mau
menukarkannya?” tanya Aaron yang langsung mengecek ranselnya, sebab ia tahu
bahwa tidak mudah mendapatkan gigi seekor entelodon karena mereka selalu
berkelompok, itu artinya kita harus berkelompok juga untuk bisa mendapatkannya.
“Apakah
kau akan berjualan malam ini?” tanya sang kakek yang masih sibuk dengan kotak
penyimpanannya.
“Iya,
aku ingin mendapatkan beberapa bagian tubuh dari makhluk hasil buruan para
pembeli, siapa tau ada yang menarik” jawab Haari yang sudah menggenggam tiga
buah taring Mngwa yang ukurannya tidak biasa.
“Wah,
aku tidak pernah melihat si kakek punya taring mngwa yang sepanjang ini”
tiba-tiba Aaron menyentuh taring-taring mngwa yang ada di telapak tangan Haari.
“Kalau
mngwa itu banyak sekali, jadi kadang kita bisa mendapatkan taring berukuran
seperti ini, rajin-rajin saja memburu mngwa, karena selain mereka cukup mudah
untuk di taklukkan juga sekalian melatih keterampilan memburu kita, si kakek
tidak mau memburu mngwa saja, makanya dia tidak mendapat taring-taring seperti
ini” kata Haari, lalu ia melanjutkan,
“Gigi
mngwa seperti yang kau kalungkan itu bisa kucari 10 buah dalam satu hari”.
Si
Kakek pun datang ke ruang tengah dengan membawa gigi entelodon, lalu
memberikannya kepada Haari.
“Sini,
gigi mngwa yang kau bilang panjang-panjang itu” kata sang kakek sambil
mengarahkan tangannya ke Haari seperti orang yang sedang meminta uang.
“Kau
mau berjualan juga?” tanya Haari yang lalu mengambil gigi entelodon itu dan
memberikan tiga buah gigi mngwa yang dipunya nya kepada kakek.
“Iya,
aku juga kadang berjualan di pasar, tapi frekuensinya hanya sekali atau dua
kali dalam sebulan” jawab sang kakek yang langsung memasukkan tiga gigi mngwa
itu kedalam tas kecil yang selalu dibawanya.
Sang
kakek pun berjalan ke meja makan yang letaknya di sebelah timur bagian dalam
rumahnya, lalu mengambil sebuah kasur dan menaruhnya di samping kursi tuanya
yang di duduki Aaron lalu tidur diatasnya.
“Hari
yang benar-benar melelahkan” kata sang kakek sambil memejamkan matanya, kedua
tangannya di taruh dibelakang kepalanya untuk menopang.
“Jika
saja keberuntungan tidak dipihak kita tadi, kau tidak akan bisa tidur seperti
sekarang ini” kata Haari yang masih duduk di kursi kecil yang tidak ada
sandaran itu.
“Memang
itulah takdir kita, Yang Maha Kuasa mungkin mengkehendaki kita untuk lebih
banyak berburu” jawab sang kakek dengan matanya yang terpejam.
“Dari
mana asalmu?” tanya Aaron yang lagi bersandar di kursinya kepada Haari.
Haaripun
menoleh ke arah Aaron, “Aku dari lahir memang sudah disini, aku dibesarkan oleh
seorang pemburu dengan gaya hidup seorang pemburu, jadi beginilah aku” katanya.
“Lalu
kemana keluargamu?” tanya Aaron sambil menoleh ke arah Haari.
“Keluargaku
masih ada, tetapi mereka tinggal sangat jauh dari sini” jawab Haari \.
“Bagaimana
bisa?” Tanya Aaron.
“Yaa
ceritanya cukup panjang, aku memilih untuk hidup mandiri sebagai pemburu di
usiaku yang masih menginjak 20 tahun, waktu itu keluargaku mengatakan bahwa
ingin pindah ke lokasi yang kuketahui dari orang-orang modern di daerah ini,
adalah daerah Afrika, sedangkan aku sudah terlanjur betah disini, lalu aku pun
mulai berjualan untuk bertahan hidup, keinginanku untuk mendapatkan lebih
banyak baranglah yang membuatku punya banyak pengalaman dalam hal berburu”
jawab Haari yang kemudian berdiri ,mencari tempat untuk berbaring.
“Kau
bisa berbaring disampingku, pemburu” kata sang kakek yang tampak tidur dari
tadi.
Haari
pun berbaring disamping sang kakek, tetapi tidak memejamkan matanya, ia bisa
mendengar suara di luar rumah itu, lalu ia duduk dan melihat pintu depan yang
belum tertutup, ia pun berdiri dan berjalan ke depan, lalu menutup dan mengunci
pintu itu. Aaron dan sang kakek tampaknya sudah tertidur, tetapi Haari sama
sekali belum mengantuk, iapun memutuskan untuk berjalan ke sekeliling rumah tua
itu, ia berjalan ke arah belakang dan melihat sebuah kotak penyimpanan besar
yang berwarna hitam, lalu mencoba untuk membukanya.
“Kau
bisa dikatakan maling atas hal itu” tiba-tiba sang kakek berbicara sambil
matanya tetap terpejam seolah-olah mengigau.
Haaripun
menghentikan niatnya untuk membuka kotak penyimpanan itu, dia bingung entah apa
yang harus dilakukan, sebab matanya belum ingin terpejam sama sekali.
“Kau
punya teh? Bolehkah aku membuatnya?” tanya Haari yang masih berada di belakang
kepada sang kakek.
“Hmmm”
jawab sang kakek yang tetap terlihat seperti orang yang benar-benar sudah
tertidur.
Suara belakang rumah
yang disebabkan Haari yang sedang membuat teh itu membuat suasana sore di dalam
rumah itu membuat sang kakek akhirnya benar-benar tertidur, yang ditandai
dengan bunyi dengkurannya, begitu juga dengan Aaron yang mendengkur ketika
tertidur, dalam hatinya, Haari mengatakan bahwa suara mereka sama seperti
entelodon yang sedang mencari mangsa. Suasana dalam rumah itu begitu tenang
meskipun Aaron dan sang kakek itu mendengkur keras, Haari duduk di meja makan
dengan menyeruput teh nya yang masih panas, sambil melihat ke atas, ke samping,
dan ke sekeliling rumah sang kakek itu, dia meraba-raba meja makan sang kakek,
dan mengenyitkan dahinya, lalu mengetuk-ngetukkan jarinya di meja makan itu,
dia sungguh terkejut, ternyata meja makan itu berasal dari tulang yang ia
perkirakan merupakan spesies kadal yang besar, namun untuk menyamarkannya sang
kakek mengecatnya dengan warna coklat yang tidak terlalu tua agar tampak
seperti kayu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar