sumber : http://www.troop641orlando.org/Day1CampFire.jpg |
“Sekarang
masih pagi, jadi makhluk-makhluk berbahaya yang tinggal disekitaran sini belum
aktif” kata sang kakek ke Haari sambil tetap memotong hasil buruannya itu.
“Lagi
pula, aku juga ingin melihat bagaimana anak itu merespon jika ada sesuatu yang
menyerangnya” lanjut sang kakek.
“Kalau
aku lihat-lihat, kau dan Aaron mempunyai suatu hubungan” kata Haari yang juga
sibuk memotong hasil buruan si kakek itu.
“Hubungan?
Hubungan seperti apa maksudmu?” tanya sang kakek sambil tetap memotong-motong
ikan yang cukup besar itu.
“Yaa
mungkin hubungan jauh, yang jika saudara-saudaramu saling dikaitkan, akan
bertemu dengan salah satu saudaranya” jawab Haari.
“Kau
sebenarnya pemburu apa peramal?”tanya sang kakek sambil menggelengkan
kepalanya, sambil tetap asik memotong sturgeon itu.
“Aku
seorang pemburu, tapi aku kadang sering dapat pencerahan” jawab Haari yang
berbicara sambil senyum melirik arah si kakek, menghentikan aktifitas
memotongnya, si kakek hanya diam.
Haari
pun kembali memotong-motong daging ikan itu, dan tidak ada lagi pembicaraan
diantara mereka berdua setelah Haari bicara tadi,selang beberapa menit,
datanglah Aaron dengan membawa setumpuk kayu yang tidak terlalu tebal di
sebelah tangannya, sedangkan tangannya yang satu lagi menenteng senapan.
Tubuhnya penuh keringat, pakaiannya basah dan sedikit kotor, sang kakek dan
Haari hanya melihat sambil tersenyum ke Aaron, lalu Aaron pun meletakkan
tumpukan kayu yang dibawanya itu di bawah pohon tempat mereka berteduh, lalu
bersandar ke pohon itu, kepalanya mendongak ke atas dan matanya dipejamkan,
nafasnya cepat-cepat seperti orang yang baru selesai kompetesi lari jarak 100m.
“Kau
masih butuh waktu untuk memperkuat fisikmu, anak muda” kata sang kakek yang
masih juga sibuk memotong-motong hasil buruannya itu.
Sementara
Aaron hanya diam tidak menanggapi sang kakek, yang dia lakukan hanyalah
bersandar di pohon itu sambil mengatur nafasnya,setelah cukup lama
memotong-motong, akhirnya memisah-misahkan bagian dari ikan sturgeon itu, lalu
kulit-kulit itu di taruh di atas tikar kulit yang dari tadi sudah mereka
siapkan, Haari pun mengambil kayu yang berada disamping Aaron yang sedang
beristirahat di bawah pohon itu, lalu menaruhnya di depan sang kakek, setelah
itu ia mengeluarkan dua buah batu yang lumayan besar, kemudian dia membenturkan
batu itu satu sama lain berkali-kali diatas tumpukan kayu itu, setelah
benturang yang kesekian kali, terciptalah api yang kemudian membakar tumpukan
kayu yang berada di bawahnya.
“Saatnya
makan!” kata Haari yang mengambil satu potongan kulit sturgeon dengan
senapannya yang ujung dari senapan itu di ikat sebuah pisau, lalu
mengarahkannya diatas api yang sudah membakar tumpukan kayu itu.
“Nak,
kau tidak mau?” tanya sang kakek yang juga menusuk potongan kulit sturgeon itu
dengan goloknya, lalu mengangkat potongan itu dan mengarahkannya ke atas bara
api.
Aaron
tiba-tiba berdiri, lalu berjalan ke tempat Haari dan kakek yang sedang asik
membakar kulit sturgeon di atas bara api.
“Kau
mau, nak?” tanya sang kakek yang sedang membakar sambil menoleh ke arah Aaron.
“Tentu
aku mau, aku lapar” jawab Aaron yang kemudian duduk di samping Haari.
“Ini,
pakai ini” kata Haari sambil memberikan sebuat pisau ke Aaron, kemudian
Aaronpun mengambilnya dan menusuk salah satu diantara potongan daging sturgeon
yang ukurannya besar-besar itu, lalu mengarahkannya ke atas bara api.
Hari
sudah hampir siang, waktu sudah menunjukkan pukul 11 pagi, mereka bertiga asik
memakan daging-daging sturgeon dibawah pohon yang rindang di tepi danau itu,belum
ada monster yang terlihat di permukaan danau maupun disekelilingnya, daging
yang mereka makan cukup besar dan banyak, jadi memakan waktu hampir 1 jam untuk
menghabiskan semuanya, mereka bertiga tampak lahap memakan daging hasil buruan
sang kakek itu, masing-masing sudah membawa minuman dari rumah saat
mempersiapkan perlengkapan tadi, jadi tidak perlu lagi mereka merebus air untuk
minum.
Setelah
hampir satu jam mereka makan di tepi danau itu, kini Aaron, sang kakek, dan
Haari membersihkan sisa-sisa tulang bekas mereka makan, lalu mereka bertiga pun
sibuk mengemas barangnya masing-masing.
“Setelah
ini kita akan pergi ke arah utara” kata sang kakek yang baru saja selesai
mengemas barang-barangnya dan mulai menyandang ransel besar yang ia bawa dari
rumahnya tadi.
“Emang
kita akan pergi kemana?” Tanya Aaron yang juga baru selesai mengemas dan baru
berdiri menyandang ranselnya.
“Kau
bilang ke utara? Apa kau tidak takut dengan apa yang terjadi pada Aaron nanti?”
tanya Aaron yang sedang jongkok masih sibuk mengemas-ngemas barangnya.
Mendengar
itu Aaron pun mengenyitkan dahinya, seperti merasa tertantang oleh ucapan Haari
yang barusan, sang kakek hanya diam sambil mengecek-ngecek senapannya, selang
beberapa saat, Haari pun berdiri dan telah selesai mengemas barangnya, dengan
tetap menenteng senapan andalannya yang penuh dengan bagian-bagian tubuh dari
makhluk hidup itu.
“Ayo
kita berangkat, tetap awas dengan sekelilingmu” Kata kakek yang mulai
melangkahkan kakinya berjalan menuju kearah utara.
Aaron
dan Haaripun mengangguk, kemudian mengikuti si kakek berjalan dari belakang,mereka
bertiga pun mulai berjalan kearah utara dari danau itu, sang kakek berjalan
didepan, sedangkan Haari dan Aaron mengikutinya di belakang. Matahari sudah
semakin naik sehingga hampir di titik batas naiknya, sehingga cuaca yang mulai
memanaspun tidak terhindarkan lagi, namun hal itu tidak membuat langkah ketiga
orang yang berjalan ke utara itu goyah, walaupun menyandang ransel yang cukup
berat. Tidak ada alasan bagi seorang pemburu untuk berhenti di tengah jalan,
kecuali kematian dan prediksi kematian yang sudah diperhitungkan, mereka
memegang motto ‘vini vidi vici’ yang dikutip dari seorang kaisar romawi, Julius
Caesar, yang berarti ‘aku datang, aku melihat, aku menaklukkan’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar