Matahari pun kini telah terbit dari Timur, memancarkan cahaya nya yang
lebih terang daripada temannya yang bertugas malam tadi, disudut pasar itu
ramai orang yang masih terlelap, mungkin penjual-penjual yang baru saja tidur
beberapa jam yang lalu, tak terkecuali seorang anak muda dan orang tua yang
selalu bersama itu masih asik dengan alam mimpinya, sedangkan panas sudah cukup
terasa di kulit, tapi sepertinya rasa lelah mengalahkan apapun yang sedang
terjadi dengan mereka.
“Bangun, bangun, bangun” kata seseorang kearah sang kakek dan Aaron,
namun mereka berdua masih saja terlelap, lalu seseorang yang baru saja menyuruh
bangun itu bersuara lebih keras lagi, “Bangun!Bangun!Bangun!”, barulah Aaron
dan sang kakek terbangun, ketika baru membuka mata, terkejutlah mereka bahwa
yang membangunkannya adalah penjual yang tadi malam dimana mereka membeli lada
hitam, “kau tidak tidur?” tanya sang kakek sambil mengusap-ngusap matanya,
sedangkan Aaron mulai merenggangkan tangannya keatas dan bangkit dari
posisinya, “seorang pemburu tidak perlu berlama-lama tidur, karena dia harus
siap dengan semua bahaya yang bisa saja datang tiba-tiba” jawab penjual itu
dengan senyum yang menampakkan giginya yang besar-besar itu, badan penjual itu
sangat tegap dan keliatannya adalah orang yang tangguh, otot-ototnya tangannya
tampak menonjol dipakaian setengah lengan berwarna coklat yang dikenakannya
itu, ada beberapa bekas luka di tangannya, “jadi kemana kita hari ini?” tanya
penjual itu, Aaron hanya melihat kearah sang kakek, “kita akan kerumahku dulu”
kata sang kakek yang lalu berdiri dari posisi duduk, “kita akan mengambil
berbagai perlengkapan yang kita perlukan” lanjut sang kakek sambil mengulurkan
tangannya ke arah Aaron untuk menawarkan bantuan ke Aaron untuk berdiri, Aaron
pun memegang tangannya sang kakek itu dan berdiri perlahan-lahan, si penjual
hanya tersenyum melihat itu, penjual itu menyandang tas kulit yang lumayan
besar, yang mungkin isinya adalah barang-barang dagangannya tadi malam, sang
kakekpun memberi isyarat “ayo” dengan tangannya ke penjual itu, dan mereka pun
mulai berjalan meninggalkan pasar itu menuju ke arah rumah sang kakek.
“Jadi kita akan memburu apa hari ini?” tanya sang penjual itu ke sang
kakek, belum dijawab oleh sang kakek si penjual itu melanjutkan, “oh iya,
kalian berdua panggil saja aku Haari” , sang kakek hanya diam tetapi Aaron
tersenyum ke arah Hari sambil mengangguk, “Oh ya anak muda, siapa namamu? Aku
belum pernah melihatmu sebelumnya” kata Haari sambil menepuk pundak Aaron, “Aku
orang baru disini ri” jawab Aaron, “Oh iya? Kenapa kau bisa kemari?” tanya Haari,
“Aku tidak sengaja terjatuh kesini” jawab Aaron singkat, “Ooh hahaha, kau pasti
bukan tidak sengaja, tidak mungkin, kau sengaja pergi kejurang tersebut karena
penasarankan kan? Lalu kau terpleset dan kau kira kau sudah mati, lalu kau
bertemu dengan Badri” kata Hari sambil tertawa, “bagaimana kau bisa tau?” tanya
Aaron, “Mayoritas orang yang baru ada disini juga memiliki kejadian yang hampir
sama, tentu saja dia tau” jawab sang kakek yang dari tadi hanya diam, “Hahaha
jangan kau bocorkan rahasianya kakek, dia sudah hampir mengira kalau aku sakti”
kata Haari sambil memukul ringan bahu sang kakek itu, “Oh iya, sebelunya apakah
kau sudah pernah bermain-main dengan senjata? Karena disini keahlian dalam
menggunakan senjatalah yang menentukan seberapa panjang umurmu dan seberapa
kaya kau nantinya, hahaha” tanya Hari ke Aaron, “Kakek ini mengatakan kalau dia
akan mengajarkan ku beberapa teknik hari ini karena kita juga akan berburu
setelah mengambil perlengkapan dirumahnya” jawab Aaron yang dari tadi hanya
melihat ke depan, “Woow, kita akan berburu? Berburu apa hari ini?” tanya Hari
dengan antusias, Aaron dan kakek hanya diam tidak menanggapi pertanyaan Hari
yang sangat cerewet itu, dengan adanya Hari, kekuatan mereka bertambah, dan
kemungkinan untuk menakhlukkan lebih banyak monster dan monster-monster baru
akan besar, mengingat Hari adalah seorang pemburu yang cukup berpengalaman.
Akhirnya mereka sampai didepan rumah tua milik sang kakek itu, dan
sang kakekpun membuka kunci pintu depan rumahnya, lalu membuka pintu itu dan
mempersilahkan Aaron dan Hari untuk masuk kedalamnya, “wow, selama ini aku
hanya melihat, baru bisa aku memasuki rumah ini” kata Hari sambil melihat ke
sekeliling rumah sang kakek itu, sedangkan sang kakek langsung pergi kebelakang
untuk mempersiapkan perlengkapan, dan Aaron hanya duduk sebentar di kursi
dimana dia duduk sewaktu pertama kali datang kerumah itu, “Hey liat itu, itu
kan kepala ular raksasa yang dulu pernah hidup dan sempat menguasai daerah
ini?” tanya Hari sambil menunjuk kepala ular yang diawetkan yang berada dibawah
jam dinding tua tembok rumah kayu itu, “dia adalah orang paling berjasa karena
dengannya lah aku tumbuh didunia ini” jawab sang kakek yang sedang sibuk dengan
perlengkapannya di belakang, “mengapa kau memotong kepalanya?” tanya Hari
sambil mengarahkan tangannya ke arah kepala ular tersebut dan menoleh ke arah
sang kakek, “karena kalau badannya juga kubawa tidak akan muat” jawab sang
kakek yang masih sibuk dengan perlengkapannya, Hari diam sebentar, lalu kembali
bertanya “kita akan pergi kemana? Sementara aku taruh dulu barang-barang aku
disini ya?”, si kakek hanya diam, dia tak menyangka kalau ternyata penjual yang
dibawanya tadi malam ini lebih banyak tanya daripada pemuda yang ia temukan
beberapa hari yang lalu, “kau bisa menggunakan senjata apa saja, ri?” tiba-tiba
Aaron bertanya, Hari menoleh ke arah Aaron lalu berkata “itu adalah pertanyaan
yang tidak bisa dijawab dengan perkataan, kau harus melihatnya” tatapan Hari ke
Aaron sangat menyeramkan dengan senyumnya yang mengerikan, Aaron tiba-tiba
mengarahkan pukulan kearah Haari, Haari dengan spontan menangkap tangan Aaron
lalu dari memegang tangan Aaron saja, ia bisa mengangkat tubuh Aaron sehingga
melayang dari kursi yang didudukinya, sambil tetap dengan senyum dan tatapannya
tajam, Haari berkata “Kau pasti pernah ikut beladiri atau kau mungkin adalah
anak dari orang yang bisa beladiri”, perkataan Haari lantas saja langsung
membuat Aaron bingung, sebab kedua-dua perkataanya benar, “Tanganmu lumayan
kasar, kau pasti orang yang cukup emosional” lanjut Haari sambil meraba-raba
telapak tangan Aaron, Aaron hanya bisa diam dengan mulut yang sedikit
terperangah, dimatanya seolah-olah Haari tampak sangat sakti, selain kuat dia
juga bisa menebak dengan tepat, Haari pun melepaskan tangannya yang menggenggap
telapak tangan Aaron tadi, lalu berkata “Dalam bertarung kita tidak bisa
asal-asalan, semuanya ada perhitungan”, Haari tampak seperti ingin melanjutkan
kata-katanya, tapi belum sempat ia melakukan itu, sang kakek langsung datang ke
mereka berdua, dengan tas yang lebih besar, golok di pinggang sebelah kirinya
sedangkan tangannya menenteng senapan berwarna coklat yang mengkilat, “apakah
kalian sudah siap, bocah?” tanya sang kakek kepada Aaron dan Haari yang masih
kaget liat gaya sang kakek, tanpa berkata apapun mereka berdua langsung
berdiri, seolah mengatakan sudah siap, mereka lalu mengikuti si kakek yang
berjalan keluar, lalu mengunci pintu depan rumahnya. “Oke, hari ini aku ingin
sekali makan ikan segar, kita akan pergi ke danau yang tidak terlalu jauh dari
sini, perjalanan kesananya tidak akan terlalu melelahkan, tetapi, perjuangan
untuk bisa kembali kesini lah yang akan melelahkan” kata si kakek sambil
tersenyum dan mulai berjalan, Haari dan Aaron saling bertatap-tatapan, dengan
senyum yang lebar dan wajah yang berbinar, seolah-olah mereka sangat
bersemangat sekali, “Ayo kita lakukan ini” kata Haari sambil melakukan tos ke
Aaron, dan mereka pun mulai berjalan mengikuti sang kakek tadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar