Jumat, 11 Desember 2015

Dunia Dalam Jurang 27



“Jangan main-main dengan benda itu, nak” kata Haari di depan.
   Aaron tidak menghiraukannya, tetap asik dengan pedangnya, ‘ayolah’, pikirannya mulai berfantasi, berharap akan ada seekor monster yang datang menyerang mereka dalam perjalanan  kembali kerumah, tentu saja, tidak ada monster, sebaliknya, mereka akan takut mendengar langkah seekor kuda hantu yang tubuhnya tidak ditemukan dalam kegelapan malam.
   Akhirnya sampailah mereka di depan rumah sang kakek, Haari segera turun dan berjalan mendekati pintu depan rumah sang kakek.
   “Pintunya, terbuka” kata Haari sambil perlahan-lahan mendekatinya.
   Aaron tetap di atas kuda itu, “Ada di dalam?” tanyanya.
   Haari menoleh kepada Aaron, lalu menggelengkan kepalanya dengan sangat perlahan, Aaron segera turun dari kudanya, memegang senjatanya seperti sudah siap bertarung, dari caranya berjalan, tampak sekali bahwa ia menghayati fantasinya, tak menyangka imajinasinya akan menjadi kenyataan kali ini.
   “Mana mereka?” tanya Aaron dengan membusungkan dadanya, kali ini penghayatannya sudah kelewat batas.
   Tepat setelah Aaron bertanya seperti itu, sekumpulan kalelawar yang asalnya dari atas terbang ke arah mereka dengan gerakan spiral.
   “Aaron!Membungkuk!” teriak Haari.
   Aaron membungkukkan badannya, sehingga Haari bisa melihat bahwa kalelawar itu kini bergerak ke arahnya, iapun memidikkan senapannya segera, “DAR!” sebuah peluru panas mengenai sekumpulan kalelawar itu, lalu kalelawar-kalelawar itu memencar, Aaron menegakkan badannya kembali, mengangkat pedangnya dengan tangan kanannya.
   “Ayo, lawan aku!” gertak Aaron.
   “Tetap waspada Aaron” kata Haari yang melihat ke atas ke segala arah.
   Haari membelalakkan matanya, tampaknya ia menyadari sesuatu, “Wa..warakang?” bisiknya.
   Aaron mendengar desisan Haari itu, “Apa?” tanyanya.
  Haari menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menatap ke arah Aaron, Aaron mengangkat kedua bahunya, lalu meliat kembali ke langit.
  “Waa..rakang” bisik Haari seakali lagi.
   “Haari, ada seseorang di dalam” kata Haari dengan nafas yang berat.
   Haari menoleh ke dalam rumah sang kakek, ketiga orang bermantel hitam yang sebelumnya ia temui, kini berdiri 3 meter di depannya.
   “Kalian, warakang?” tanya Haari dengan nada yang pelan.
   Mereka bertiga langsung mengarahkan kedua tangan mereka ke Haari, sehingga Haari terlempar jauh ke belakang, terbentur oleh anak tangga rumah pohonnya.
  “Haari!” teriak Aaron, lalu ia berlari ke dalam rumah sang kakek dengan memegang erat pedang di tangan kanannya.
   Langsung saja Aaron menebas seseorang yang berada di tengah, namun sama seperti sebelumnya, mereka bertiga berubah menjadi kalelawar dan terbang ke luar rumah itu dengan gerakan spiral, Aaron mengejarnya, “Kemari Kau!” teriaknya.
   Haari yang masih kesakitan akibat terbentur anak tangga itu segera melihat ke depan, sekumpulan kalelawar itu terbang mendekatinya, spontan ia pun mengayunkan senapannya ke arah mereka, ketika pisau di ujung senapan Haari mengenai kalelawar itu, mereka pun kembali berpencar, setelah itu bersatu lagi dan terbang ke arah rumah pohon.
   Aaron yang sedang berlari langsung menaiki anak tangga segera ketika ia melihat sekumpulan kalelawar itu terbang kesana.
   “Aaron! Jangan!” teriak Haari sambil mengarahkan tangannya seolah-olah ingin meraih Aaron.
   Sekumpulan kalelawar itu menabrak pintu rumah pohon tersebut sehingga pintu itu terbuka, Aaron yang sudah sampai di ambang pintu tanpa ragu-ragu langsung memasukinya.
  “Mati, mati!” Haari berkata dengan nada menyesal, memejamkan matanya, seperti menyesal walaupun sesuatu yang buruk belum terjadi.
   “AAAKH!” Teriakan Aaron terdengar oleh Haari, lalu Haaripun segera menyusulnya.
   “Akh, mereka hilang!” kata Aaron ketika mellihat Haari yang baru kepalanya saja tampak di depan pintu.
   “Apa yang terakhir kali kau lihat?” tanya Haari sambil menaikkan seluruh badannya ke dalam rumah itu.
   “Aku hanya melihat satu orang saja, pakaian persis seperti yang kita lihat sebelumnya, tapi hanya satu orang” jawab Aaron.
   “Lalu?” lanjut Haari, yang sepertinya ingin mengetahui lebih banyak karena ia tahu sesuatu jika Aaron menjawab dengan benar.
   “Aku melihat..” Aaron berhenti di tengah-tengah, “melihat dia berada di belakang mu” lanjut Aaron dengan pelan/
   Aaron berguling ke depan, lalu membalikkan badannya sehingga ia bisa melihat apa yang ada di depan pintu itu.
   “Apa yang kau lihat?”tanya Haari ketika ia tidak melihat apa-apa.
   “Tetap melihat ke depan Haari” jawab Aaron dengan nada yang sedikit berat.
   Haari bersiap-siap menarik pelatuknya, begitu juga dengan Aaron yang menggenggam erat-erat gagang pedangnya itu.
   Tiba-tiba terdengar suara pintu terbanting dengan keras, Haari terkejut lalu tidak sengaja melepaskan tembakannya, Aaron mendahuluinya untuk segera melihat dari ambang pintu.
  “Apa sang kakek sudah pulang?” tanya Aaron ketika ia melihat dari pintu rumah pohon itu, bahwa pintu sang kakek yang tadinya terbuka kini tertutup.
  “Pulang dari mana?” tanya Haari yang masih pada posisinya.
   Aaron tidak menjawab pertanyaannya, ia segera turun, Haari pun mengikutinya. Ketika sudah tiba di bawah, mereka berdua berlari ke pintu sang kakek itu.
  “Dug Dug Dug” Aaron menggedor pintu itu dengan keras.
  “Kek? Kek?” kata Aaron sambil terus menggedor pintu itu.
  Haari menjaga Aaron dari belakang, melihat ke sekeliling,benar-benar cemas, sebab dia tidak pernah mengalami ini sebelumnya, tidak ada hal aneh yang terjadi selama 1 bulan ia tinggal bersama Aaron dan sang kakek, dia sebenarnya mengerti dengan apa yang sedang terjadi, tetapi ia tidak pernah benar-benar berada di dalam situasi seperti ini,mengingat ia selalu menjauhi apa yang namanya tidak kedengaran selucu ketika kita menyebutkannya, Warakang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar