Selasa, 08 Desember 2015

Dunia Dalam Jurang 23



 

sumber : http://ihisham.com/wp-content/uploads/2014/11/thatch-roof-style-plus-brick-and-wooden-wall-feat-picture-of-traditional-kids-tree-house-kit-also-metal-straight-stairs.jpg

 Genap sudah 1 bulan setelah tragedi yang terjadi akibat seekor ropen yang melintas suatu malam di pasar itu, Aaron, sang kakek, dan satu lagi temannya, Haari, melewati hari-hari mereka seperti biasa, malam-malam di daerah rumah sang kakek, tidak pernah lagi kedatangan makhluk yang berbahaya menyerang mereka, setidaknya hanya menunjukkan keberadaanya saja, tidak ada hal yang demikian terjadi, merekapun lebih banyak berkonsentrasi ke pengembangan konstruksi rumah tua itu, hari ini adalah 4 bulan sang kakek telah menetap di daerah tersebut.
   “Aku selama tidur di malam hari, sering merasakan ada sesuatu yang ganjil” kata Aaron ketika Haari baru saja membawakan minuman untuknya ketika ia sedang berada di rumah pohon di sebelah kanan depan rumah sang kakek, yang baru saja selesai 3 hari, ruangan rumah itu berbentuk seperti lingkaran, terbuat dari kayu jati yang sudah tua.
   “Minum dulu” jawab Haari yang masih berada dibawah menenteng dua gelas kopi hangat.
   Aaron pun turun melalui tangga kayu yang berdiri miring menghubungkan antara rumah pohon itu dan tanah.
   “Kakek dimana?” tanya Aaron sambil mengambil kopinya dari tangan Haari.
   “Ada tuh dibelakang” jawab Haari singkat lalu menyeruput kopinya sambil berjalan menuju ke tangga rumah pohon itu.
   Aaron melihat sebentar ke arah rumah si kakek, lalu mengikuti Haari yang sudah sampai di rumah pohon itu, menaiki tannga kayu itu dengan kedua kaki dan tangan kirinya.
   “Kau tidak ke pasar?” tanya Aaron yang duduk disamping Haari di depan pintu rumah pohon itu.
   “Aku ingin menikmati malam ini di atas sini, melihat bintang dan bulan, barangkali dapat inspirasi” jawab Haari sambil menyeruput kopinya dan melihat ke arah langit.
Aaron tidak mengerti dengan maksud ucapan temannya itu, kemudian berpaling darinya lalu juga ikut menyeruput kopinya. Rumah pohon itu sederhana, atapnya seperti segitiga yang tumpul terbuat dari daun kelapa yang sudah dikeringkan berwarna kecoklatan, sedangkan pintunya terbuat dari kayu jati berumur lebih dari 30 tahun yang didapat oleh Haari tidak jauh dari belakang rumah sang kakek,  dibentuk seperti busur derajat, rumah itu berjarak 5 meter di atas tanah, luasnya pun hanya 12m2 sehingga hanya bisa untuk dua orang leluasa bergerak di dalamnya, itu sebenarnya adalah rumah Haari karena dia yang membuatnya, sedangkan Aaron hanya membantu menyelesaikannya, sang kakek tidak ada ikut campur kecuali hanya melihat mereka berdua bekerja sepanjang hari sambil menyeruput secangkir teh hitam hangat di jenjang kecil depan rumahnya, Aaron lebih sering tinggal di rumah pohon itu, mengingat sang kakek selalu membuat suara-suara berisik ketika tengah malam, selalu sibuk dengan sesuatu.
   “Sudah jam berapa?” tanya Aaron kepada Haari yang daritadi tidak ada memulai pembicaraaan.
   Haari mengambil sesuatu dari kantongnya, lalu berkata “Hampir jam setengah 11” sambil melihat jam bulat metalik yang diberi rantai, jam itu mempunyai penutup yang terbuat dari besi berwarna emas yang sedikit gelap.
   “Kita akan menghabiskan malam ini disini?” tanya Aaron lagi, kopinya belum habis.
   Haari hanya melihat sekali lagi jamnya, lalu menyeruput kopinya, tidak memberi jawaban.
   “Aku penasaran dengan danau sebelum kita dikejar dengan para babi liar itu, maksudku aku penasaran bagaimana jika kita mendatanginya malam hari?” tanya Aaron yang kemudian meletakkan cangkir kopinya di sebelah kanannya, ia tidak bisa mengajak dengan cara yang lebih halus, walaupun Haari sudah tau maksud Aaron ketika Aaron bertanya pertama kali.
   Haari menyeruput kembali kopinya, lalu melihat ke arah Aaron, mengangguk sedikit, lalu menyeruput lagi kopinya yang sudah hampir habis, tidak memberikan jawaban lagi.
   Aaron pun mengambil kopinya, langsung meminumnya sampai benar-benar habis, sepertinya dia akan melakukan sesuatu.
   “Sang kakek, sang kakek” kata Haari yang sudah duluan menghabiskan kopinya kemudia meletakkannya di dalam rumah pohon itu.
   “Apa maksudmu?” tanya Aaron sambil melihat Haari yang berjalan ke dalam rumah pohon itu.
   “Minta dia mengajarimu beberapa teknik bertarung” jawab Haari yang kemudian membaringkan tubuhnya di dalam rumah pohon itu, tentu saja, bukan itu maksud sebenarnya dari perkataanya tadi, hanya saja dia merasa Aaron akan mengetahui sendiri nantinya.
   Aaron hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu masuk ke dalam dan mengunci pintu, meletakkan kopinya tepat dimana Haari meletakkan kopinya tadi, lalu membaringkan tubuhnya di samping kiri Haari yang sudah memejamkan mata.

   Pagi sudah tiba, matahari pun mulai menunjukkan keberadaanya kepada seluruh isi bumi, dengan pancaran sinarnya yang hangat pagi itu, menembus ke dalam rumah yang ada di atas sebuah pohon di depan rumah seorang laki-laki berumur.
   “Haari” kata pertama yang Aaron ucapkan ketika ia mulai membuka matanya perlahan-lahan, lalu melihat ke sebelah kanan, tidak ada Haari di sana.
   Pintu rumah itu terbuka, Aaron mendengar suara orang bercakap-cakap di bawah, yang tak lain suara itu adalah suara Haari dan sang kakek, lalu ia pun beranjak dari posisinya dan berjalan ke arah pintu itu.
   “Heyyy, itu dia, kemari kau nak, kau bilang kemarin ingin belajar teknik bertarung kepada kakek, kan? Kata Haari dengan suara yang keras ketika ia melihat Aaron berdiri di depan pintu melihat mereka dari atas sana.
   Aaron hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sebab bukan ia yang meminta, tapi itu adalah saran dari Haari tadi malam untuk meminta sang kakek mengajarinya teknik bertarung, ia pun memantapkan pijakan salah satu kakinya ke anak tangga rumah pohon itu, disusul dengan kaki satunya lagi, sehingga posisinya membelakangi rumah sang kakek,lalu turun beberapa langkah sehingga tangannya mampu menggenggam kedua sisi tangga itu, barulah ia turun ke bawah.
   Baru saja ia sampai di hadapan sang kakek, pria tua itu langsung melemparkan pukulan ke arah wajahnya, Aaron spontan menghindar ke belakang, namun ia tidak memberikan balasan.
   “Ayo, serang aku” kata sang kakek sambil merentankan kedua tangannya ke samping.
   Aaron langsung menyerangnya dengan tendangan kaki kanan ke arah perut, namun sebelum serangan itu mengenai tubuh sang kakek, sang kakek sudah mengenai badan Aaron dengan pukulan tangan kirinya, Aaron yang terhempas ke belakang terkejut, Haari hanya melihat mereka di dekat tangga rumah pohon itu.
   “Itu saja yang kau punya?” kata sang kakek menantang Aaron.
   Aaron merupakan anak dari seseorang yang pandai beladiri, ia pun terdiam sejenak mengingat-ngingat apa yang sudah ia pelajari, setelah itu, ia berjalan pelan ke arah sang kakek sampai jaraknya hanya setengah meter dari sang kakek, sang kakek hanya tersenyum menatap ke wajahnya, tanpa gerakan yang mencurigakan.
   Aaron tersenyum sedikit, lalu secara tiba-tiba kaki kanannya menendang ke arah rusuk kiri sang kakek, diikuti teriakan cukup keras, sang kakek masih dapat menghindar dengan santai ke arah kiri, sementara tendangan kaki kanan Aaron hanya mengenai angin, kaki kirinya langsung menyusul secara tak terduga ke arah perut sang kakek, sebuah tendangan belakang, seperti kuda, sang kakek tidak menyangka hal itu, perutnya membentur keras dengan tendangan Aaron, tidak terhindarkan lagi sang kakek langsung terdorong ke belakang lalu terjatuh ke tanah.
   Haari yang melihat ini langsung membesarkan bola matanya, sedangkan Aaron segera menyusul sang kakek yang masih terkapar di atas tanah.
   “Aku kira kau bisa menghindarinya” kata Aaron sambil membantu sang kakek bangkit.
   “Tidak apa-apa, ini tidak apa-apa” jawab sang kakek sambil tersenyum, lalu perlahan-lahan berdiri dibantu oleh Aaron.
   Sang kakek tidak keliatan menahan sakit ataupun kesakitan, dia hanya menginstruksikan agar Aaron kembali pada posisinya semula, bermaksud untuk tetap menantangnya berduel.
   “Lagi?” tanya Aaron yang mundur secara perlahan sambil tetap menatap ke wajah sang kakek.
   Sang kakek kini menatap tajam ke arah Aaron, seakan mulai lebih fokus dalam menghadapi anak muda yang baru saja berhasil menendangnya itu, setelah Aaron sudah kembali pada jarak yang semula dari sang kakek, memasang kuda-kuda seperti seorang petinju bersiap dengan apa yang akan dilakukan oleh sang kakek.
   Seketika sang kakek berlari dengan cepat ke arah Aaron, bergerak ke kiri dan ke kanan dengan sangat cepat, bahkan terlalu cepat, sehingga Aaron pun tidak mampu melihat ia sedang berada di kiri atau di kanan, dia melihat sang kakek menjadi dua.
   “Kau tidak bisa melindungi perutmu jika kedua tanganmu hanya melindungi wajahmu” kata sang kakek tiba-tiba sudah memukul perut Aaron.
   Aaron terhempas ke belakang, melirih kesakitan, tak disangkanya kekuatan dari kakek itu hampir sama dengan kekuatan pukulan seorang petinju profesional, sambil memegang perutnya dengan tangan kanannya, dengan badan yang masih sedikit bungkuk, sang kakek datang ke arahnya, Aaron menatap tajam ke arah sang kakek seakan ingin melakukan perlawanan.
   “Saat memukul, jangan gunakan otot tangan saja, tetapi ikutsertakanlah seluruh tubuhmu untuk menambah kekuatannya” kata sang kakek sambil memegang perut Aaron dengan tangan kanannya dan memegang punggung anak muda itu dengan tangan kirinya, lalu membantunya badannya untuk tegak.
   Seketika rasa sakit di perut Aaron hilang, tetapi Aaron tidak terlalu menghiraukannya, ia pun berjalan ke arah Haari yang dari tadi melihat mereka di dekat anak tangga rumah pohon itu sambil sibuk mengelap-ngelap senapannya.
   “Aku akan membuatkan kalian berdua minuman, tunggu disana” kata sang kakek sambil berjalan menuju rumahnya.
    “Bagaimana rasanya dipukul Badri?” tanya Haari ketika Aaron menghampirinya.
   “Rasanya sakit, kekuatannya..” tiba-tiba Aaron berhenti bicara, matanya menatap ke depan sambil melotot, mengelus-ngelus perutnya dengan tangan kanannya, Aaron merasa ketika kepalan tangan pria tua itu mendarat di perutnya rasanya seperti isi perutnya ingin berhamburan keluar, tetapi rasa sakit itu hilang, Haari sepertinya sudah paham, ia hanya tersenyum saja sambil terus mengusap-ngusap senapannya, tampaknya dia tau pertanyaan apa yang kini berputar-putar di kepala Aaron, dan ia berharap Aaron akan segera mengetahui yang sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar