Kamis, 09 Februari 2017

Parallel (7) : Exist

Rumah Nenek, 12 Juni 2016, pukul 15:29 Waktu Paralel

   Tidak mungkin dipungkiri lagi, begitu kami masuk ke dalam, bang Fad dan ayah langsung ditanyai oleh saudara-saudara yang kebetulan sudah sampai, sedangkan aku? Aku hanya pemain figuran, aku hanya mengikut dan tidak melakukan apa-apa, jadi mungkin mereka berpikir tidak ada gunanya bertanya kepadaku

"Gimana ceritanya kok bisa..."
"Makanya kamu juga harus hati-hati.."
"Udah-udah.."
"Kamu hati-hati.."
"Udah yang penting tidak ada apa-apa.."

   Aku meninggalkan kerumunan dan berjalan menuju halaman belakang, mata bang Fad terfokus ke arahku ketika meninggalkan ruang tamu, aku tau dia akan menyusulku nanti, aku hanya ingin beristirahat, capek juga rasanya walau tidak ada yang kulakukan, mungkin karena ketegangan yang bertahan selama beberapa saat tadi, dan akhirnya kusandarkan bahuku pada sisi gazebo yang terbuat dari kayu mahoni dengan ukiran daun-daun.
   Matahari perlahan-lahan turun, dan suasana sekitar sangat teduh, sambil menunggu bang Fad, aku hanya menatap lurus, menatap kosong, berpikir tentang saat kecil dahulu, aku melihat sendiri gazebo ini sedang dibangun oleh kakek, saat itu aku baru dua bulan berada di Sekolah Dasar, juga teringat saat bang Fad mengambil sebilah kayu untuk di buatnya ketapel, sedikit lucu karena kakek tidak tahu bahwa bang Fad suka sekali mencuri buah tetangga-tetangga kami dan ketapel itu tentu saja sangat membantunya, waktu cepat berlalu dan kakek sekarang hanya duduk di kursi rodanya menunggu habisnya senja, seperti yang sekarang aku lakukan.

"Sudah lama? Ahh..aku membawakan teh untukmu, minumlah" bang Fad duduk di depanku, kami hanya dibatasi meja persegi yang terletak di tengah gazebo.

"Jadi bagaimana?"

"Bagaimana apanya?" Tanya bang Fad memandangku aneh

"Dunia paralel" hanya itu yang kukatakan , aku kemudian meneguk teh buatannya, tehnya cukup enak untuk dibuat oleh seseorang seperti bang Fad

"Hahaha" bang Fad tertawa setelah meneguk dan menghembuskan nafas yang panjang melalui mulutnya

"Aku tidak tahu, menurutmu kita harus kembali?"

"Ya..gimana ya, mereka kan tidak nyata bang?"

"Nyata? Gus, kau tahu pertama kita tahu bahwa ini adalah kenyataan yang tidak kita inginkan, kan?

"Hmmm" aku tidak menatapnya dan hanya meneguk teh.

"Tapi entah bagaimana, kadang yang terjadi adalah bahwa kenyataan yang tidak kita inginkan itu adalah tempat dimana kita banyak belajar sesuatu" ia tersenyum tipis

"Belajar maksudmu belajar apa?"

"Sekarang aku tidak tahu mana yang nyata dan tidak nyata, tapi kau lihat lah, mereka membantu dan menyelamatkan hidupku, mereka bukan kenyataan pahit yang harus kita hindari Gus, meski awalnya begitu, dan mereka sama saja dengan keluarga kita yang NYATA"

Aku hanya diam menatapnya setelah ia menegaskan kata nyata tadi

Bang Fad menarik nafas yang dalam, kemudian mengeluarkannya dengan lega,
"Atau jangan-jangan nyata atau tidak nyata itu hanya persepsi kita saja? Aku lihat mereka sama saja dari segi apapun yang ingin kau lihat, aku bisa saja berpersepsi kalau kau bukan adik NYATA ku"

"Oke jadi ke intinya saja, kita akan kembali ke pintu itu atau tidak?" Aku tidak ingin membuang-buang waktu karena pertanyaan itu dari tadi kusimpan saat mendengarkan filosofi-filosofi bang Fad

Bang Fad meneguk lagi tehnya,
"Jam 7 nanti, temui aku diluar, aku akan mengatakan kalau kau ikut menginap kerumah temanku di komplek pemuda"

Ada kilatan jahil dimata bang Fad selaras dengan senyum bejatnya, kau tidak perlu terlalu lama berpikir untuk mengetahui maksudnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar