“Jangan
main-main dengan benda itu, nak” kata Haari di depan.
Aaron tidak menghiraukannya, tetap asik
dengan pedangnya, ‘ayolah’, pikirannya mulai berfantasi, berharap akan ada
seekor monster yang datang menyerang mereka dalam perjalanan kembali kerumah, tentu saja, tidak ada
monster, sebaliknya, mereka akan takut mendengar langkah seekor kuda hantu yang
tubuhnya tidak ditemukan dalam kegelapan malam.
Akhirnya sampailah mereka di depan rumah
sang kakek, Haari segera turun dan berjalan mendekati pintu depan rumah sang
kakek.
“Pintunya, terbuka” kata Haari sambil
perlahan-lahan mendekatinya.
Aaron tetap di atas kuda itu, “Ada di
dalam?” tanyanya.
Haari menoleh kepada Aaron, lalu
menggelengkan kepalanya dengan sangat perlahan, Aaron segera turun dari
kudanya, memegang senjatanya seperti sudah siap bertarung, dari caranya
berjalan, tampak sekali bahwa ia menghayati fantasinya, tak menyangka
imajinasinya akan menjadi kenyataan kali ini.
“Mana mereka?” tanya Aaron dengan
membusungkan dadanya, kali ini penghayatannya sudah kelewat batas.
Tepat setelah Aaron bertanya seperti itu,
sekumpulan kalelawar yang asalnya dari atas terbang ke arah mereka dengan
gerakan spiral.
“Aaron!Membungkuk!” teriak Haari.
Aaron membungkukkan badannya, sehingga Haari
bisa melihat bahwa kalelawar itu kini bergerak ke arahnya, iapun memidikkan
senapannya segera, “DAR!” sebuah peluru panas mengenai sekumpulan kalelawar
itu, lalu kalelawar-kalelawar itu memencar, Aaron menegakkan badannya kembali,
mengangkat pedangnya dengan tangan kanannya.
“Ayo, lawan aku!” gertak Aaron.
“Tetap waspada Aaron” kata Haari yang
melihat ke atas ke segala arah.
Haari membelalakkan matanya, tampaknya ia
menyadari sesuatu, “Wa..warakang?” bisiknya.
Aaron mendengar desisan Haari itu, “Apa?”
tanyanya.
Haari menggeleng-gelengkan kepalanya sambil
menatap ke arah Aaron, Aaron mengangkat kedua bahunya, lalu meliat kembali ke
langit.
“Waa..rakang” bisik Haari seakali lagi.
“Haari, ada seseorang di dalam” kata Haari
dengan nafas yang berat.
Haari menoleh ke dalam rumah sang kakek,
ketiga orang bermantel hitam yang sebelumnya ia temui, kini berdiri 3 meter di
depannya.
“Kalian, warakang?” tanya Haari dengan nada
yang pelan.
Mereka bertiga langsung mengarahkan kedua
tangan mereka ke Haari, sehingga Haari terlempar jauh ke belakang, terbentur
oleh anak tangga rumah pohonnya.
“Haari!” teriak Aaron, lalu ia berlari ke
dalam rumah sang kakek dengan memegang erat pedang di tangan kanannya.
Langsung saja Aaron menebas seseorang yang
berada di tengah, namun sama seperti sebelumnya, mereka bertiga berubah menjadi
kalelawar dan terbang ke luar rumah itu dengan gerakan spiral, Aaron
mengejarnya, “Kemari Kau!” teriaknya.
Haari yang masih kesakitan akibat terbentur
anak tangga itu segera melihat ke depan, sekumpulan kalelawar itu terbang
mendekatinya, spontan ia pun mengayunkan senapannya ke arah mereka, ketika
pisau di ujung senapan Haari mengenai kalelawar itu, mereka pun kembali
berpencar, setelah itu bersatu lagi dan terbang ke arah rumah pohon.
Aaron yang sedang berlari langsung menaiki
anak tangga segera ketika ia melihat sekumpulan kalelawar itu terbang kesana.
“Aaron! Jangan!” teriak Haari sambil
mengarahkan tangannya seolah-olah ingin meraih Aaron.
Sekumpulan kalelawar itu menabrak pintu
rumah pohon tersebut sehingga pintu itu terbuka, Aaron yang sudah sampai di
ambang pintu tanpa ragu-ragu langsung memasukinya.
“Mati, mati!” Haari berkata dengan nada
menyesal, memejamkan matanya, seperti menyesal walaupun sesuatu yang buruk
belum terjadi.
“AAAKH!” Teriakan Aaron terdengar oleh
Haari, lalu Haaripun segera menyusulnya.
“Akh, mereka hilang!” kata Aaron ketika
mellihat Haari yang baru kepalanya saja tampak di depan pintu.
“Apa yang terakhir kali kau lihat?” tanya
Haari sambil menaikkan seluruh badannya ke dalam rumah itu.
“Aku hanya melihat satu orang saja, pakaian
persis seperti yang kita lihat sebelumnya, tapi hanya satu orang” jawab Aaron.
“Lalu?” lanjut Haari, yang sepertinya ingin
mengetahui lebih banyak karena ia tahu sesuatu jika Aaron menjawab dengan
benar.
“Aku melihat..” Aaron berhenti di
tengah-tengah, “melihat dia berada di belakang mu” lanjut Aaron dengan pelan/
Aaron berguling ke depan, lalu membalikkan
badannya sehingga ia bisa melihat apa yang ada di depan pintu itu.
“Apa yang kau lihat?”tanya Haari ketika ia
tidak melihat apa-apa.
“Tetap melihat ke depan Haari” jawab Aaron
dengan nada yang sedikit berat.
Haari bersiap-siap menarik pelatuknya,
begitu juga dengan Aaron yang menggenggam erat-erat gagang pedangnya itu.
Tiba-tiba terdengar suara pintu terbanting
dengan keras, Haari terkejut lalu tidak sengaja melepaskan tembakannya, Aaron
mendahuluinya untuk segera melihat dari ambang pintu.
“Apa sang kakek sudah pulang?” tanya Aaron
ketika ia melihat dari pintu rumah pohon itu, bahwa pintu sang kakek yang
tadinya terbuka kini tertutup.
“Pulang dari mana?” tanya Haari yang masih
pada posisinya.
Aaron tidak menjawab pertanyaannya, ia
segera turun, Haari pun mengikutinya. Ketika sudah tiba di bawah, mereka berdua
berlari ke pintu sang kakek itu.
“Dug Dug Dug” Aaron menggedor pintu itu dengan
keras.
“Kek? Kek?” kata Aaron sambil terus menggedor
pintu itu.
Haari menjaga Aaron dari belakang, melihat ke
sekeliling,benar-benar cemas, sebab dia tidak pernah mengalami ini sebelumnya, tidak
ada hal aneh yang terjadi selama 1 bulan ia tinggal bersama Aaron dan sang
kakek, dia sebenarnya mengerti dengan apa yang sedang terjadi, tetapi ia tidak
pernah benar-benar berada di dalam situasi seperti ini,mengingat ia selalu
menjauhi apa yang namanya tidak kedengaran selucu ketika kita menyebutkannya,
Warakang.